Hukum Ngalap Berkah Kyai
Orang alim memiliki kedudukan yang
tinggi di hadapan Allah. Juga tinggi kedudukannya di hadapan makhluk-Nya. Semua
ini merupakan pemberian dan karunia-Nya. Allah mengatakan di dalam
Al-Qur’an:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ
آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan mengangkat orang-orang
yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ
الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ
وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ
”Katakanlah: ‘Hai Tuhan yang memiliki
kerajaan, engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan engkau
cabut kerajaan dari siapa yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebaikan.’” (Ali ‘Imran: 26)
Kedua ayat ini dengan jelas
menerangkan bahwa yang mengangkat dan menjatuhkan seseorang adalah Allah
subhanahu wata’ala.
Oleh karena itu, usaha untuk mengangkat diri atau
mengangkat siapa saja di hadapan orang lain, semuanya dengan kehendak Allah.
Tanpa berharap pun, jika di sisi Allah subhanahu wata’ala seseorang memang
pantas diangkat kedudukannya, niscaya ia akan diangkat.
As-Sa’di di dalam tafsirnya
mengatakan: “Perkaranya bukan hanya keinginan-keinginan ahli kitab (seseorang
diangkat atau tidak) dan tidak pula selain mereka. Akan tetapi perkaranya
adalah milik Allah subhanahu wata’ala. Semua Dia yang mengatur, tidak ada
seorangpun yang sanggup menentang atau membantu-Nya dalam pengaturan ini.
Seandainya semua makhluk dari
kalangan jin dan manusia dulu maupun sekarang, bahu-membahu dan memuji untuk
mengangkatmu, maka mereka tidak akan sanggup kecuali memang yang telah
dikehendaki Allah. Dan kehendak Allah subhanahu wata’ala, tidak sama dengan
kehendak makhluk-Nya. Demikian juga jika seluruh makhluk bersatu-padu ingin
menjatuhkan atau menghinakan seseorang, maka mereka tidak akan sanggup
melainkan dengan kehendak-Nya.
Dan sebaliknya. Dalam pandangan
makhluk bisa jadi seseorang pantas untuk diangkat kedudukannya. Akan tetapi
karena dalam pandangan Allah tidak demikian, maka kita tidak bisa memaksakan
keinginan kita kepada Allah subhanahu wata’ala. Dialah Dzat tunggal yang
berbuat sesuai dengan kehendak-Nya.”
لاَ يُسْئَلُ عَمَّا
يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْئَلُوْنَ
“Dia (Allah) tidak ditanya tentang
apa yang diperbuatnya dan merekalah yang ditanya (apa yang mereka perbuat).” (Al-Anbiya:
23)
فَعَّالٌ لِمَا يُرِيْدُ
“(Allah) Maha Kuasa berbuat apa yang
dikehendaki-Nya.” (Al-Buruj: 16)
Barakah Datang dari Allah
Barakah secara bahasa artinya “kebaikan
yang banyak dan tetap.” Diambil dari kata “birkah” yang artinya kumpulan air.
Sedangkan menurut syariat yaitu kebaikan yang banyak diberikan oleh Allah
subhanahu wata’ala kepada siapa yang dikehendaki. Dari definisi keduanya, bisa
ditarik kesimpulan bahwa barakah itu datang dari Allah subhanahu wata’ala
sebagai satu bentuk karunia yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Allah mengatakan dalam Al-Qur’an:
بِيَدِكَ الْخَيْرُ
“Di tangan Engkaulah segala kebaikan.”
(Ali ‘Imran: 26)
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ
يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوْتِيَ خَيْراً كَثِيْراً
“Allah menganugerahkan kefahaman
(Al-Hikmah) kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa dianugerahi
Al-Hikmah itu, maka dia benar-benar telah dianugerahi kebaikan yang banyak.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِيْ
يَدَيْكَ
“Dan kebaikan seluruhnya ada di kedua
tangan-Mu.” (Shahih, HR. Muslim no. 771 dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anhu)
Tabarruk dalam Agama
Bertabarruk, istilah yang sangat kita
kenal ini, maknanya adalah mencari barakah (berkah). Mencari barakah tidak
terlepas dari dua keadaan:
Pertama, mencari barakah dengan
perkara yang telah disyariatkan seperti (dengan) Al-Qur’an. Allah berfirman
tentang hal ini:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ
إِلَيْكَ مُبَارَكٌ
“Al-Qur’an yang Kami telah turunkan
kepadamu akan dapat memberikan barakah.”
Bentuk barakah Al-Qur’an di
antaranya, barang siapa mengambil apa yang ada di dalamnya baik berupa perintah
maupun larangan, niscaya akan terwujud kemenangan, dan Allah telah
menyelamatkan umat-umat dengan Al-Qur’an ini. Termasuk juga dari barakah
Al-Qur’an, bahwa satu huruf memiliki sepuluh kali lipat kebaikan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan tentang hal ini:
إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ
بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ
”Sesungguhnya Allah mengangkat suatu
kaum dengan Al-Qur’an ini dan menghinakan kaum yang lain.” (Shahih, HR. Muslim
no. 817 dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu).
Kedua, bertabarruk dengan perkara
yang umum dan dapat dirasakan seperti bertabarruk (mencari kebaikan yang banyak)
dengan cara mengajar, berdoa dan sebagainya (misalnya: bertabarruk dengan ilmu
dan dakwah menuju kebaikan). Tentunya ini merupakan wujud barakah yang
karenanya kita mendapatkan kebaikan yang banyak. (Al-Qaulul Mufid, 1/240)
Islam sendiri telah menetapkan adanya
barakah pada hal-hal yang telah ditentukan oleh syariat di mana setiap orang
berhak untuk mendapatkannya. Barakah tidak hanya didapati oleh murid guru
tertentu, kelompok ataupun pengikut tertentu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda tentang Al-Qur’an:
اقْرَؤُا الْقُرْآنَ
فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفَيْعاً لأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al-Qur’an karena
sesungguhnya Al-Qur’an itu akan menjadi pemberi syafaat bagi pembacanya di hari
kiamat.” (Shahih, HR. Muslim dan shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu
‘anhu)
اجْتَمِعُوْا عَلىَ
طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيِهِ يُبَارِكَ لَكُمْ فِيْهِ
“Makanlah kalian dengan berjamaah dan
sebutlah Allah, niscaya Allah akan memberkahi kalian padanya.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan
Abi Dawud no. 3199, Shahih Sunan Ibni Majah no. 3286, dan di dalam kitab
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 664 dari shahabat Wahsyi radhiallahu
‘anhu).
مَنْ تَطَهَّرَ فِيْ
بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ وَصَلىَّ فِيْهِ صَلاَةً كَانَ لَهُ
كَأَجْرِ عُمْرَةٍ
”Barangsiapa bersuci di rumahnya
kemudian dia mendatangi masjid Quba dan shalat di dalamnya, maka ganjarannya
seperti pahala umrah.” (HR. Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah, dan telah dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam kitabnya Shahih Sunan Ibni Majah, 1/238 no.
1160, dan Ta’liqul Ar-Raghib, 2/138)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda tentang itsmid (celak mata):
عَلَيْكُمْ بِاْلإِثْمِدِ
فَإِنَّهُ مَنْبَتَةٌ لِلشَّعْرِ مُذْهِبَةٌ لِلْقَذَرِ مُصْفَاةٌ لِلْبَصَرِ
“Hendaklah kalian memakai itsmid
karena sesungguhnya itsmid itu dapat menumbuhkan bulu mata, menghilangkan
kotorannya, dan membersihkan penglihatan.” (HR. Al-Bukhari di dalam At-Tarikh,
4/2/412, dan Ath-Thabrani, 1/12/1, dan Abu Nua’im di dalam Al-Hilyah, 3/178,
dan dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah,
2/270 no. 665, dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu)
Masih banyak lagi nash-nash yang
menjelaskan adanya kebaikan (berkah) yang banyak pada makhluk-makhluk Allah
yang lain. Dan itu menjadi sandaran bagi kita bahwa syariat menjelaskan adanya
barakah yang dikandungnya.
Macam-Macam Tabarruk
Tabarruk terkadang dijadikan sebagai
pembenaran atas amalan tertentu yang sebenarnya terlarang menurut syariat,
bahkan termasuk dari perbuatan syirik besar. Oleh karena itu, kita perlu
mengetahui macam-macam tabarruk, mana yang diperbolehkan dan yang dilarang:
Pertama, tabarruk yang disyariatkan,
sebagai berikut:
a. Tabarruk dengan ucapan, amalan,
dan keadaan-keadaan (perilaku).
Di dalam Islam, ada beberapa
perkataan, amalan, dan perilaku yang apabila dipraktekkan akan terwujud
kebaikan dan barakah yang banyak. Tentu selama hal tersebut mengikuti Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Contohnya adalah dzikir kepada Allah dan
membaca Al-Qur’an. Di antara barakah dzikir kepada Allah adalah mendapatkan doa
dari malaikat, sanjungan di hadapan makhluk-Nya dan ampunan dari Allah,
sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari. Di antara barakah Al-Qur’an adalah sebagai obat, petunjuk, dan
rahmat bagi seluruh manusia. Serta sebagai pemberi syafaat kelak di hadapan
Allah sebagaimana dalam hadits Abu Umamah yang dikeluarkan Al-Imam Muslim.
Adapun contoh amalan yang mengandung
berkah adalah menuntut ilmu dan mengajarkannya. Di antara barakahnya adalah
terangkatnya derajat di dunia dan di akhirat. Kemudian shalat secara berjamaah,
yang barakahnya adalah dihapuskannya dosa-dosa dan dilipatgandakannya
kebaikan-kebaikan.
Contoh perilaku (keadaan) di
antaranya makan berjamaah, makan dari pinggir nampan, menjilat lidah dan
menakar makanan sebagaimana dijelaskan dalam riwayat-riwayat yang shahih.
b. Tabarruk dengan tempat
Memang ada sejumlah tempat yang oleh
Allah dijadikan tempat yang mengandung banyak kebaikan (barakah). Yakni apabila
beramal di tempat tersebut dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Contohnya adalah masjid-masjid, di mana mencari
barakahnya dengan melaksanakan shalat lima waktu, beri’tikaf, menghadiri
majelis ilmu, dan sebagainya dengan cara-cara yang disyariatkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Perlu diketahui, bertabarruk pada masjid-masjid itu bukan dengan
cara mengusap-ngusap tembok atau tanah masjid tersebut, atau yang hal-hal lain
yang dilarang syariat.
Contoh lain bahwa Allah melalui lisan
Rasul-Nya telah menjelaskan barakah kota Makkah, Madinah, Syam, Masjid
Al-Haram, Masjid Quba, dan Masjid Al-Aqsha. Mencari barakah padanya bukan
dengan menziarahi semata, mencium, atau mengusap tanahnya, namun dengan cara
beribadah di dalamnya sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits.
c. Tabarruk dengan waktu
Contoh waktu yang telah dikhususkan
oleh syariat di mana waktu tersebut mengandung kebaikan yang banyak (barakah)
adalah bulan Ramadhan. Caranya, mengisi bulan mulia tersebut dengan berpuasa
yang akan terhapuskan dosa-dosa dan bertambahnya rizki orang-orang yang
beriman. Contoh lain adalah malam Lailatul Qadar, sepuluh pertama bulan
Dzulhijjah, hari Jum’at, sepertiga malam terakhir, dan lain-lain. Mencari
barakah pada waktu-waktu tersebut adalah dengan cara melaksanakan apa yang
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Apa-apa yang disebutkan di atas
maupun yang belum disebutkan yang sudah jelas nashnya, mencari barakahnya
adalah dengan cara yang telah disyariatkan oleh Allah dan tidak keluar dari
pensyariatan tersebut. (At-Tabarruk Al-Masyru’, Al-’Ulyani, hal. 33-50)
Kedua, tabarruk batil yang tidak
diperbolehkan. Di antara bentuk-bentuk tabarruk batil ini adalah:
a. Tabarruk pada tempat-tempat yang
tidak dijelaskan oleh syariat baik dengan cara mencium, mengusap, atau mencari
syafaat darinya.
b. Pergi ke kuburan dengan tujuan
ziarah dan berdoa di sisinya, dengan keyakinan bahwa berdoa di sisinya lebih
utama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Iqtidha Ash-Shirathil
Mustaqim (hal. 433) mengatakan, “Bila seseorang shalat di sisi kuburan para
nabi atau orang-orang shalih dengan tujuan untuk mencari barakah, maka ini
merupakan bentuk penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya, menyelisihi agama, dan
mengada-ada di dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah.“
c. Disebutkan oleh Syaikhul Islam
dalam Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim juga (hal. 424-426) contohnya seperti orang
yang pergi ke gua Hira kemudian shalat di dalamnya, berdoa ke gua Tsur lalu
shalat dan berdoa di dalamnya, atau ke bukit Thursina lalu shalat dan berdoa
padanya. Atau pergi ke gunung-gunung atau selainnya yang disebut sebagai
maqamat (tempat bersejarah) para nabi.
Asy-Syaikh Ibnu Baz dalam fatwa
beliau (3/334) membantah orang-orang yang menghidupkan peninggalan-peninggalan
nubuwwah seperti jalan yang dilalui oleh beliau ketika berhijrah, atau tempat
tenda Ummu Abd (atau Ummu Ma’bad ???) atau yang sejenisnya. Beliau menjelaskan
bahwa cara demikian dapat mengarah pada perbuatan mengagungkan, berdoa di
sisinya, atau shalat, dan lain sebagainya. Semua ini merupakan jalan-jalan yang
akan mengantarkan kepada kesyirikan.
d. Menetapkan waktu-waktu tertentu
dengan berbagai macam bentuk pengagungan dan acara-acara serta berbagai bentuk
ibadah lainnya. Seperti menyambut hari kelahiran Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, hari Isra’ Mi’raj, hari hijrah, hari Badr, hari Fathu Makkah,
dan sebagainya. Bertabarruk pada hari-hari di atas termasuk perbuatan bid’ah
dalam agama.
e. Bertabarruk dengan orang-orang
shalih, peninggalan-peninggalan mereka seperti tongkatnya, air ludahnya,
rambutnya, keringatnya, pakaian-pakaiannya, tempat tidurnya dan lain
sebagainya.
(Ta’liq Al-Qaul Al-Mufid, 1/246-250)
Tabarruk Orang-Orang Jahiliyyah
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ
وَالْعُزَّى. وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ اْلأُخْرَى
“Maka apakah patut kalian (hai
orang-orang musyrik menganggap) Al-Lata dan Al-‘Uzza dan Manat yang ketiga.
Yang paling terkemudian (sebagai anak-anak perempuan Allah)?” (An-Najm:
19-20)
Tiga sesembahan di atas merupakan
tuhan-tuhan yang besar di kalangan mereka. Tuhan-tuhan itulah tempat mereka
memuja dan memuji, serta bertabarruk kepada-Nya. Lalu apakah Al-Lata, Al-‘Uzza,
dan Manat itu?
Adapun Al-Lata menurut Ibnu Katsir
dalam tafsir beliau (4/253), adalah sebuah batu besar yang terukir dan berwarna
putih di mana di atasnya terdapat sebuah rumah. Memiliki kelambu dan juru kunci
di sekelilingnya, serta terdapat halaman. Al-Lata memiliki kedudukan yang agung
di sisi Bani Tsaqif, penduduk Thaif, di mana mereka sangat bangga dengannya di
negeri Arab setelah Quraisy. Hakekat Al-Lata disebutkan oleh Ibnu ‘Abbas,
Mujahid, dan Rabi’ bin Anas bahwa dia adalah seseorang yang mengadon tepung
untuk orang-orang yang melaksanakan haji di masa jahiliyyah. Ketika meninggal,
orang-orang i’tikaf di kuburannya untuk kemudian menyembahnya.
Adapun Al-’Uzza menurut Ibnu Jarir
adalah sebuah pohon yang di atasnya terdapat bangunan yang memiliki kelambu.
Benda yang sangat diagungkan orang-orang Quraisy ini terletak di Nakhlah, yakni
suatu tempat di antara Makkah dan Thaif.
Adapun Manat adalah sesembahan yang
berada di Musyallal, tempat antara Makkah dan Madinah, di mana suku Khuza’ah,
Aus, dan Khazraj mengagungkan dan memakaikan pakaian ihram padanya.
Di antara bentuk tabarruk mereka
adalah apa yang diceritakan oleh Abu Waqid Al-Laitsi. Beliau berkata: “Kami
keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuju Hunain dan kami
baru pindah dari agama kufur (menuju Islam). Orang-orang musyrik memiliki
sidrah (sebuah pohon) tempat mereka berhenti dan beristirahat. Dan mereka juga
menggantungkan pedang-pedang mereka (untuk bertabarruk dengannya). Pohon itu
disebut Dzatu Anwath. (Kata Abu Waqid) kami kemudian melewati sebuah sidrah
kemudian mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath
sebagaimana mereka (orang-orang musyrik) memiliki Dzatu Anwath.’ Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Allahu Akbar, sesungguhnya
apa yang kalian katakan ini merupakan jalan-jalan (orang sebelum kalian). Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seperti ucapan bani Israil kepada Musa:
‘Buatkanlah kami satu sesembahan sebagaimana mereka memiliki banyak
sesembahan’. (Musa) berkata: ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang jahil.’
(Rasulullah berkata: ‘Kalian benar-benar akan mengikuti langkah-langkah orang
sebelum kalian)’.” (HR. At-Tirmidzi no. 2181, beliau berkata: hadits hasan
shahih).
Bentuk tabarruk mereka adalah
mengagungkan pohon tersebut, beri’tikaf padanya lalu mengharapkan kebaikan
darinya.
Tabarruk kepada Sang Guru, Benarkah?
Bagaimana dengan bertabarruk kepada
kanjeng guru? Apakah hal ini dibenarkan? Sebagaimana telah dibahas sebelumnya,
tabarruk yang diperbolehkan adalah apa yang telah dijelaskan kebolehannya oleh
syariat. Adapun tabarruk kepada zat orang shalih atau
peninggalan-peninggalannya, tidak ada syariatnya sama sekali. Karena, hal
tersebut termasuk bentuk tabarruk yang batil.
Lalu bagaimana dengan perbuatan para
shahabat terhadap diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di mana mereka
berebutan mengambil ludah beliau, air wudhu beliau, bahkan di antara mereka ada
yang mengumpulkan keringat dan rambut beliau?
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan di
dalam Fathul Majid (1/264), syarah beliau terhadap Kitab Tauhid, menjawab
syubhat ini, dengan ucapan: “Adapun yang didengungkan oleh orang-orang sekarang
ini bahwa boleh bertabarruk dengan peninggalan-peninggalan orang shalih, maka
hal demikian terlarang dari beberapa sisi:
1.
Generasi pertama
umat ini dari kalangan shahabat dan generasi setelahnya tidak pernah
melakukannya kepada selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak di
masa hidup beliau ataupun setelah meninggalnya.
2.
Bila yang demikian
itu adalah baik, niscaya mereka akan lebih dahulu melakukannya.
3.
Seutama-utama
shahabat adalah Abu Bakr, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsman dan ‘Ali radhiallahu
‘anhum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan telah mempersaksikan
mereka menjadi penghuni surga. Namun tidak ada seorangpun dari kalangan
shahabat atau tabi’in yang melakukan amalan tersebut (yaitu bertabarruk) kepada
tokoh-tokoh shahabat itu. Begitu juga tidak pernah dilakukan oleh generasi
tabi’in kepada ahli ilmu dan ulama di masa mereka.
4.
Tidak boleh
mengqiyaskan (menyamakan) kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dengan seorangpun dari umat ini.
5.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki kekhususan-kekhususan yang tidak boleh
orang lain masuk ikut menyertai beliau dalam kekhususan itu.
6.
Melarang yang
demikian ini dimaksudkan sebagai cara untuk menutup pintu-pintu kesyirikan.
Seruan
Wahai saudaraku se-Islam, kembalilah
kepada kemurnian agama ini, tinggalkan agama turun-temurun dan agama mengekor.
Ketahuilah bahwa seorang kiai bukanlah agama, dan agama bukanlah kiai. Ucapan
dan perbuatan mereka berikut keyakinan yang mereka miliki harus dicocokkan
dengan agama, sesuai atau tidak? Oleh karena itu, karena mereka bukan agama
sebagai sumber kebenaran, namun hanya manusia biasa tempat kekurangan dan kesalahan,
maka tidak pantas bagi kaum muslimin untuk bertabarruk dengan air liur mereka,
keringat mereka, bekas minum mereka, dan sebagainya.
Wallahu a’lam
Source: http://www.asysyariah.com/
Hukum Ngalap Berkah Kyai
Reviewed by Cak Dul
on
11:53
Rating:

Tidak ada komentar:
Syukran telah berkunjung. Silahkan beri komentar membangun.