Mereka yang Berjasa Dalam Bidang Hadits (2)
A. Pendahuluan
Para ulama hadits, mulai dari kalangan sahabat Nabi SAW sampai kepada para
ulama yang datang setelah sahabat, banyak yang telah melakukan penghimpunan dan
bahkan pengkodifikasian terhadap hadits. Kemudian diantara para ulama tersebut
ada yang melakukan penyeleksian antara hadits shahih dan yang tidak shahih.
Dari merekalah hingga hadits-hadits bisa sampai kepada kita berkat perjuangan
mereka memelihara dan menyebarluaskan hadits.
Pembahasan berikut ini akan menguraikan sejumlah ulama hadits yang hidup
pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah yang terkenal dengan sebutan Ashabus Sunan,
yaitu Imam Abu Dawud, Imam at-Tirmidzi, Imam an-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah dan
sebagai pelengkap disertakan pula biografi Imam Ahmad bin Hanbal,
seorang ulama
imam Mazhab sekaligus ahli hadits terkemuka. Mereka semua telah berjasa dalam
mempelopori dan melakukan pengumpulan dan pembukuan hadits, baik pembukuan
dalam bentuk tahapan awal yang bersifat sangat sederhana, demikian pula pada
masa penyempurnaannya dengan melakukan pemisahan antara yang hadits Nabi SAW
dengan yang bukan, dan antara yang diterima dan yang ditolak.
B. Pembahasan
1. Biografi Imam Abu Dawud
a. Kelahiran Beliau
Nama beliau adalah Imam Abu Dawud
Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq al-Sijistany. Lengkapnya adalah Abu Dawud
Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani.
Beliau adalah imam dan tokoh ahli hadits, serta pengarang kitab sunan. Sijistan
adalah tempat kelahiran beliau yang terletak antara Iran dan Afghanistan.
Beliau dilahirkan pada tahun 202 H (817 M).
Abu Dawud kecil sangat mencintai ilmu
yang membawanya banyak bergaul dengan para ulama dan mendapatkan ilmu dari
mereka. Bahkan beliau sudah berani mengadakan rihlah ke berbagai daerah untuk
belajar sebelum tumbuh dewasa. Diantara daerah yang beliau kunjungi antara
lain; Khurasan, Rayy, Harat, Kufah, Baghdad, Tarsus, Damaskus, Mesir dan
Bashrah.
Dari tempat-tempat ini beliau juga
mengumpulkan hadits-hadits yang beliau terima dari ulama setempat, menyusun
lalu menulisnya pada kitab sunan. Dan dengan kitab sunan tersebut beliau
mengajarkan fiqh dan hadits di Baghdad. Untuk penulisan hadits beliau rela
menghabiskan waktu 20 tahun lamanya di kota Tarsus.
b. Guru dan Murid Beliau
Diantara ulama yang diambil haditsnya
oleh beliau, antara lain Sulaiman ibn Harb, Ustman ibn Abi Syaibah, Abdullah
bin Maslamah al-Qa’naby, Abu Walid al-Thayalisy,
Abu Amar al-Hawdhi, Ibrahim bin Musa al-Farra’, Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar bin
Abi Syaibah,
Abdullah bin Raja’, Qutaibah bin Sa’id dan lain-lain.
Sedangkan hadits beliau di ambil oleh
an-Nasa’i, Abu ‘Awanah, at-Tirmidzi, Ya’qub bin Ishaq al-Isfirayini, Ali bin
Abdu al-Shamad, Ahmad ibn Muhammad ibn Harun
dan lain-lain seperti Abu Bakr bin Abu Dawud, Abu Awana, Abu Sa’id al Arabi, Abu Ali al Lu’lu’i, Abu
Bakr bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa’id al Jaldawi, dan banyak lagi.
c. Pujian Ulama Kepada Beliau
Beliau adalah seorang hafidz, lautan
ilmu, terpercaya dan memiliki keilmuan tinggi terutama dalam bidang hadits.
Para ulama sangat menghormati kemampuan, kejujuran dan ketakwaan beliau yang
luar biasa. Tidak hanya seorang perawi, penghimpun dan penyusun hadits, beliau
juga ahli hukum yang handal dan kritikus hadits yang baik.
Para ulama juga sepakat bahwa beliau
hafidz yang sempurna, pemilik ilmu yang melimpah, muhaddits yang terpercaya,
wara’ dan memiliki pemahaman yang tajam, baik dalam ilmu Hadits maupun lainnya.
Musa bin Harun berkata, “Abu Dawud
diciptakan di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk surga. Aku tidak pernah
melihat orang yang lebih utama dari dia.”
Ibrahim al-Harbi, seorang ulama hadits
berkata ketika Abu Dawud menyusun Kitab Sunan, “Hadits dilunakkan bagi Abu
Dawud, sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Daud.” Ini adalah bentuk
perumpamaan untuk keistimewaan ahli hadits yang telah mempermudah yang rumit
dan mendekatkan yang jauh serta memudahkan yang sukar.
Abu Bakr al-Khallal, seorang ulama hadits
dan fikih terkemuka yang bermazhab Hanbali, berkata, “Abu Dawud adalah imam
terkemuka pada zamannya, penggali beberapa bidang ilmu sekaligus mengetahui
tempatnya dan tak seorang pun di masanya dapat menandinginya.”
d. Karya Beliau
Di antara karya Imam Abu Dawud, antara
lain Kitab Sunan (Sunan Abu Dawud), Kitab al-Marasil, Masail al-Imam Ahmad,
Qaul Qadar, an-Nasikh wa al-Mansukh, Fadhail al-Anshar, az-Zuhd, Risalah fi
Wasfh Kitab al-Sunan, Ijabat ‘an Sawalat al-‘Ajuri, As’ilah ‘an Ahmad ibn Hanbal,
Tasmiyat al-Akhwan, al-Ba’ts wa an-Nusyur, al-Masail allati Halafa al-Anshar,
Musnad Malik, al-Du’a, Ibtida’ul Wahyi, al-Tafarrud fi as-Sunan, Akhbarul
Khawarij, A’lam al-Nubuwwat
dan lain-lain. Di antara kitab yang paling terkenal adalah Kitab Sunan, yang
biasa dikenal dengan Sunan Abu Dawud.
Sunan abu Dawud merupakan karya terbesar
beliau. Beliau mengaku telah mendengar hadits Rasulullah SAW sebanyak 500.000
buah.
Dari jumlah tersebut beliau seleksi dan ditulis dalam Sunan Abu Dawud sebanyak
4800 hadits, sebagian ulama menghitungnya 5274 hadits. Beliau membagi Sunannya
dalam beberapa kitab dan tiap kitab dibagi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak
35 buah di antaranya 3 kitab yang tidak dibagi dalam bab-bab. Sedangkan jumlah
babnya ada 1871 bab. Dalam setiap babnya beliau tidak mencantumkan lebih dari
dua hadits.
Imam Abu Dawud dalam menyusun Kitab Sunan
ini tidak hanya memuat hadits shahih saja, namun juga memasukkan hadits hasan
dan dha’if yang tidak dibuang oleh ulama hadits. Beberapa ulama mengkritik Abu
Dawud karena ditengarai memuat hadits maudu’, di antaranya adalah Ibnul Jauzi.
Beliau mengatakan ada beberapa hadits maudu’ dalam Sunan Abu Dawud, namun
kritikan beliau disanggah oleh Jalaludi as Suyuthi. Kitab Sunan ini kemudian
menduduki rangking ketiga setelah kitab Shahihayn.
Imam Ghazali menilai cukup, bahwa kitab
Sunan Abu Dawud tersebut dibuat pegangan bagi para mujtahid. Ibnu al-Araby
mengatakan, “Barangsiapa di rumahnya ada al-Qur’an dan Kitab Sunan Abu Dawud
ini tidak memerlukan kitab lain.”
e. Akhir Hidup Beliau
Dalam sejarah hidupnya beliau bermukim di
Bashrah
dengan kehidupan yang penuh kegiatan ilmu, mengumpulkan dan menyebarluaskan
hadits. Hingga beliau menghembuskan nafas terakhir di sana pada hari Jum’at, 15
Syawal 275 H (889 M),
tetapi ada yang berpendapat beliau meninggal pada tanggal 16 Syawal.
Semoga Allah senantiasa memberi rahmat kepadanya.
2. Biografi Imam al-Tirmidzi
a. Kelahiran Beliau
Imam Tirmidzi bernama lengkap Abu Isa Muhammad bin
Isa bin Tsaurah bin Musa bin adl-Dlahak as-Sulami al-Bughi al-Tirmidzi.
Dilahirkan di kota Turmudz, sebuah kota yang berjuluk ma wara’an nahr
sebagaimana kota Bukhara tempat kelahiran Imam Bukhari sebab terletak di
pinggiran sungai Amuderiya, utara Iran (tetapi ada pendapat yang mengatakan
bahwa Tirmidz merupakan kota yang terletak di sebelah selatan sungai Jihun,
selatan Iran). Beliau dilahirkan di sana pada Dzulhijjah 200 H (bertepatan 824
M).
Beliau tumbuh dan besar di tempat kelahiran beliau
tersebut. Di sini pula beliau mendengar ilmu sebelum memulai rihlah ilmiahnya.
Beliau pernah menceritakan bahwa kakek beliau adalah orang Marwa, kemudian
berpindah dari Marwa ke Tirmidz, dan ini menunjukan bahwa beliau lahir di
Tirmidz.
b. Perjalanan Mencari Ilmu dan Hadits
Setelah merasa cukup
bekal dari kampung halaman, Imam Tirmidzi mulai keluar dari negerinya pada
tahun 234 H melakukan rihlah menuntut ilu. Diantara daerah tujuan beliau adalah
Khurasan, Iraq dan Haramain. Di sana beliau mendengar ilmu dan juga hadits dari
kalangan ulama yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan
memahaminya.
Beberapa tahun dalam
pengembaraan, beliau kembali ke kampung halaman. Kemudian kembali melakukan
rihlah ke Bukhara dan Naisabur dan tinggal di Bukhara beberapa lama. Sehingga
negeri-negeri yang beliau pernh masuki antara lain: Khurasan, Bashrah, Kufah,
Wasith, Baghdad, Makkah, Madinah dan ar Ray.
c.
Guru
dan Murid Beliau
Imam Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits
dari ulama-ulama kenamaan, seperti Qutaibah
bin Sa’id, Ishaq bin Musa, al-Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Muhammad bin ‘Amru as Sawwaq al Balkhi, Mahmud bin Ghailan,
Isma’il bin Musa al Fazari, Ahmad bin Mani’, Abu Mush’ab az Zuhri, Basyr bin
Mu’adz al Aqadi, Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib, Abi ‘Ammar al Husain bin
Harits, Abdullah bin Mu’awiyah al Juhami, ‘Abdul Jabbar bin al A’la, Abu Kuraib,
‘Ali bin Hujr, ‘Ali bin Sa’id bin Masruq al Kindi, ‘Amru bin ‘Ali al Fallas, ‘Imran
bin Musa alQazzaz, Muhammad bin Aban al Mustamli, Muhammad bin Humaid ar Razi, Muhammad
bin ‘Abdul A’la, Muhammad bin Rafi’, Muhammad bin Yahya al ‘Adani, Hannad bin
as Sari, Yahya bin Aktsum, Yahya bin Hubaib dan lain-lain.
Beliau memiliki murid yang tak kalah banyak dengan
guru beliau. Antara lain adalah Abul ‘Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub,
Abu Bakr Ahmad bin Isma’il as Samarqandi, Abu Hamid ‘Abdullah bin Daud al
Marwazi, Ahmad bin ‘Ali bin Hasnuyah al Muqri’, Ahmad bin Yusuf an Nasafi, Ahmad
bin Hamduyah an Nasafi, Al Husain bin yusuf al Farabri , Hammad bin Syair al
Waraq, Daud bin Nashr bin Suhail al Bazdawi, Ar Rabi’ bin Hayyan al Bahili, ‘Abdullah
bin Nashr saudara Al Bazdawi, ‘Abd bin Muhammad bin Mahmud an Safi, ‘Ali bin
‘Umar bin Kultsum as Samarqandi, Al Fadhl bin ‘Ammar ash Sharram, Abu Ja’far
Muhammad bin Ahmad an Nasafi, Abu Ja’far Muhammad bin Sufyan bin an Nadhr an
Nasafi al Amin, Muhammad bin Muhammad bin Yahya al Harawi al Qirab, Muhammad
bin Mahmud bin ‘Ambar an Nasafi, Muhammad bin Makki bin Nuh an Nasafi, Musbih
bin Abi Musa al Kajiri, Makhul bin al Fadhl an Nasafi, Makki bin Nuh, Nasr bin
Muhammad bin as lama Sabrah, Al Haitsam bin Kulaib dan ulama-ulama lainnya.
d. Perkataan Ulama Atas Beliau
Para ulama banyak yang mengagumi keilmuan
dan kecerdasan beliau yang tinggi. Imam Bukhari berkata kepada Imam Tirmidzi,
“Ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang
engkau ambil manfaatnya dariku.”
Al-Hafidz ‘Umar bin ‘Alak menuturkan,
“Bukhari meninggal dan dia tidak meninggalkan di Khurasan orang yang seperti
Abu ‘Isa (Tirmidzi) dalam hal ilmu hafalan, wara’ dan zuhud.”
Ibnu Hibban menuturkan, “Abu ‘Isa adalah
sosok yang mengumpulkan hadits, membukukan menghafal dan mengadakan diskusi
dalam hal hadits.”
Abu Ya’la al-Khalili menuturkan, “Muhammad
bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang yang tsiqah menurut kesepakatan para ulama,
terkenal amanah dan dalam keilmuannya.”
Abu Sa’d al-Idrisi menuturkan, “Imam
Tirmidzi adalah salah seorang imam yang diikuti dalam hal ilmu hadits, beliau
telah menyusun kitab al Jami’, Tarik dan ‘Ilal dengan cara yang menunjukan
bahwa beliau adalah seorang ‘alim yang kapabel. Beliau adalah seorang yang
menjadi contoh dalam hal hafalan.”
Al-Mubarak bin al-Atsram menuturkan, “Imam
Tirmidzi merupakan salah seorang imam yang hafidz dan tokoh.”
Al-Hafizh al-Mizzi menuturkan, “Imam
Tirmidzi adalah salah seorang imam yang menonjol dan termasuk orang yang Allah
jadikan orang mengambil ilmu darinya.”
Adz-Dzahabi menuturkan, “Imam Tirmidzi
adalah seorang hafizh, ‘alim dan imam yang kapabel.”
Ibnu Katsir menuturkan, “Imam Tirmidzi
adalah salah seorang imam dalam bidangnya pada zaman beliau.”
e. Karya Beliau
Imam Tirmidzi memiliki beberapa karya, antara lain: Kitab
al Jami’ yang terkenal dengan Sunan Tirmidzi, al ‘Ilal, at-Tawarikh, al-‘Ilal
al-Kabir, Syamail, Asma’ as-Shahabah, al-Asma’ wal Kuna, al-Atsar al-Mawqufah.
Sunan at-Tirmidzi merupakan karya teranyar beliau
yang diselesaikan pada 10 Dzulhijjah 270 H. Tirmidzi dalam menyusun kitab
Sunannya tidak hanya mengumpulkan hadits shahih saja, namun juga beserta hadits
yang hasan, dha’if, gharib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya. Kitab
Sunan tersebut di bagi kedalam 50 kitab dengan hadits berjumlah 3956 buah.
Imam Tirmidzi mengatakan bahwa semua haditsnya
bersifat ma’mul (bisa diamalkan). Namun demikian beberapa ulama
memberikan kritikan terhadap sunan beliau tersebut, seperti al-Imam Abul Faraj
Ibnul Jauzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah al-Harani dan Syamsyudin adz
Dzahabi. Sebab ternyata beliau menerima riwayat dari pemalsu hadits, al-Maslub
dan al-Kalbi. Sehingga derajat Sunan at-Tirmidzi dibawah Sunan Abu Dawud dan
an-Nasa’i. D
Salah satu kitab syarah terbaik yang mengomentari
Sunan at-irmidzi ini adalah kitab syarah karangan al-Allamah ‘Abdurrahman al
Mubarakfuri yang berjudul Tuhfatul Ahwadzi, dan berjumlah 4 jilid.
f. Akhir Kehidupannya
Detik-detik menjelang tutup usia Imam Tirmidzi
mengalami kebutaan, hingga beberapa tahun lamanya beliau hidup sebagai tuna
netra. Setelah itu Imam Tirmidzi meninggal duniu di tempat kelahiran beliau, Tirmidz
pada malam senin 13 Rajab 279 H
bertepatan dengan 8 Oktober 892 M, dalam usia 70 tahun.
3. Biografi Imam al-Nasa’i
a.
Kelahiran Beliau dan Perjalanan Menimba Ilmu
Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa’ yang
masih termasuk wilayah Khurasan, dengan nama Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib
bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Nasa’i.
Sejak usia 15 tahun, beliau telah melakukan
pengembaraan untuk menuntut ilmu dan mempelajari hadits.
Guru pertama beliau adalah Qutaibah bin Sa’id. Beliau bersama Qutaibah selama
kurnag lebih setahun lamanya Sehingga banyak menimba ilmu dan mendengar hadits
darinya.
Berbekal hafalan dan pemahaman yang kuat sehingga
beliau banyak medengar dan menghafalkan haditshadits yang banyak dari para imam
dan huffadz. Dan dengan kejelian dan keteliatian yang tinggi beliau
mengumpulkan dan menuliskan hadits-hadits hafalannya, hingga menguasai
disipilin ilmu hadits. Selain itu, beliau juga memiliki kekuatan kritik yang
detail dan akurat yang menunjukkan tendensi beliau tidak sekedar meriwayatkan
hadits saja. Tetapi beliau juga aktif mensterilkan syari’at dari bid’ah.
Banyaknya hadits yang beliau riwayatkan sebanding
dengan banyaknya daerah yang telah beliau kunjungi. Sebutlah misalnya Khurasan,
Baghdad, Kufah, Bashrah, Haran, Mausil, Syam, Hijaz dan Mesir. Sehingga dalam
lawatan panjang beliau tersebut beliau banyak mendengar hadits-hadits dari
ulama, huffadz dan para syaikh setempat.
b. Guru, Murid dan Karya Beliau
Jam terbang yang tinggi ternyata membuat
intelektualitas Imam an-Nasa’i menjadi semakin matang dan berisi. Ini semua
tidak lepas dari persiapan beliau dalam proses pembelajaran di kampung halaman
sebelum keluar daerah lain. Proses inilah yang kemudian membentuk
intelektualitas beliau. Sehingga ketika rihlah beliau memberi andil besar
terhadap proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Di antara guru yang berjasa dalam peningkatan
pengetahuan an-Nasa’i adalah Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Hisyam bin ‘Ammar, Suwaid
bin Nashr, Ahmad bin ‘Abdah Adl-Dabbi, Abu Thahir bin as-Sarh, Yusuf bin ‘Isa
az-Zuhri, Ishaq bin Rahawaih, Al-Harits
bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud, Imam Abu Isa at-Tirmidzi dan lain
sebagainya.
Diantara murid-murid beliau adalah Abu al-Qasim at-Thabrani,
Ahmad bin Muhammad bin ‘Isma’il an-Nahhas an-Nahwi, Hamzah bin Muhammad al-Kinani,
Muhammad bin Ahmad bin al-Haddad asy-Syafi’i, Al-Hasan bin Rasyiq, Muhammad bin
Abdullah bin Hayuyah an-Naisaburi, Abu Ja’far at-Thahawi, Al-Hasan bin
al-Khadir al-Asyuti, Muhammad bin Mu’awiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu
Basyar ad-Dulabi, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as-Sunni, dan lain-lain.
f. Pujian Ulama Kepada Beliau
Seperti para ulama hebat lainnya, beliau banyak
mendapatkan sanjungan pula dari para ulama. Sebagian muhadditsin menilai, bahwa
lebih hafidz dan lebih tinggi pengetahuannya di bidang hadits dibanding Imam
Muslim.
Abu Bakr al Haddad asy Syafi’I menuturkan, “Aku ridha
dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah.”
Beliau mendapat julukan salah seorang imam kaum
muslimin. Beliau juga seorang imam yang layak mendapat gelar imam, khusunya
dalam bidang hadits, tsiqoh, tsabat dan hafidz. Di masanya, beliau lebih
didahulukan dari sema orang dalam disiplin ilmu hadits.
Al-Khalili menuturkan, “Beliau adalah seorang hafizh
yang kapabel, diridhai oleh para hafizh, para ulama sepakat atas kekuatan
hafalannya, ketekunannya, dan perkataanya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam
ilmu jarhu wa ta’dil.”
g. Karya-karya Beliau
Beberapa hasil karya brilian beliau, anatara lain:
as-Sunan al-Kubra, as-Sunan al-Mujtaba’, at-Tamyiz, al-Dhu’afa’, Khashish Ali,
Musnad ‘Ali, Musnad Malik, Manasik al-Hajj, at-Tafsir,
al-Kuna, ‘Amalu al-Yaum wa al-Lailah, Tasmiyatu Fuqaha’i al-Amsar, Tasmiyatu
Man Lam Yarwi ‘Anhu Ghaira Rajulin Wahid, Dzikru Ma ‘Anhu Haddatsa Ibnu Abi
Arubah, Asma’u ar-Ruwah wa at-Tamyiz Bainahum, al-Ikhwah, al-Ighrab, Musnad
Manshur bin Zadzan, al-Jarhu wat Ta’dil dan lain-lain.
Dari sekian banyak karya tersebut, Sunan al-Kubra’
merupakan yang paling utama yang akhirnya terkenal dengan Sunan an-Nasa’i.
Kitab Sunan tersebut dihadiahkan kepada seorang Amir di Ramallah. Kemudian
beliau diperintahkan Amir tersebut untuk menyeleksi yang shahih saja dari kitab
Sunan al-Kubra’ tersebut. Kemudian hasil seleksi tersebut menghasilakan kitab
yang diberi nama al-Mujtaba min as-Sunan
yang kemudian dikenal dengan as-Sunan as-Shugra.
Sunan an Nasa’i menghimpun sejumlah 51 kitab dengan
jumlah hadits 5774 buah. Para ahli hadits banyak yang berpedoman pada pada
an-Nasa’i dari sisi periwayatan. Dan sunan beliau dekat derajatnya dengan Sunan
Abi Dawud. Jalaludin as-Suyuthi memberikan syarah yang sangat singkat yang
berjudul Zahrur Raba’ ‘Alal Mujtaba. Selain beliau seorang muhaddits
India yang bernama al-Allamah Abul Hasan Muhammad bin Abdul Hadi al-Hanafi as-Sindi
memberi syarah yang lebih detil dibanding as-Suyuthi.
h. Akhir Hayat Beliau
Setahun menjelang kewafatannya, beliau pindah dari
Mesir ke Damsyik. Kemudian pada tahun 302 H beliau melaksanakan ibadah haji dan
menetap beberapa saat di Mekkah. Dan disinilah beliau menghembuskan nafas
terakhir pada hari Senin 13 Safar 303 H (915 M) dan dimakamkan diantara Shafa
dan Marwah. Tetapi ada pendapat yang mengatakan beliau meninggal di Ramallah dan
dikebumikan di Baitul Maqdis.
4. Biografi Ibnu Majah
a. Kelahiran Beliau
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin
Yazid bin Majah al-Qazwini. Beliau lahir di Qazwin, salah satu kota di Iran
pada tahun 207 H (824 M). Di kota ini pula beliau tumbuh dewasa lalu keluar mencari ilmu.
Guru pertama beliau dalam adalah Ali ibn Muhammad
al-Tanafasi, seorang yang tsiqah, berwibawa dan yang banyak meriwayatkan
hadits. Beliau banyak belajar hadits diberbagai kota di Iraq, Hijaz, Mesir dan
Syam.
Tidak hanya hadits, beliau juga banyak mendalami tafsir dan tarikh dalam
pengembaraannya tersebut.
b. Guru dan Murid Beliau
Di antara guru beliau adalah ‘Ali bin Muhammad ath-Thanafusi,
Jabbarah bin al-Mughallas, Mush’ab bin ‘Abdullah az-Zubair, Suwaid bin Sa’id, Abdullah
bin Mu’awiyah al-Jumahi, Muhammad bin Ramh, Ibrahim bin Mundzir al-Hizami, Muhammad
bin Abdullah bin Numair, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Hisyam bin ‘Ammar, Abu Sa’id
al-Asyaj, dan yang lainnya.
Keluasan ilmu Ibnu Majah membuat para penuntut ilmu
yang haus akan ilmu berkeliling dalam majlis yang beliau dirikan. Maka sangat
banyak sekali murid yang mengambil ilmu darinya, di antara mereka adalah Muhammad
bin Isa al-Abhari, Abu Thayyib Ahmad al-Baghdadi, Sulaiman bin Yazid al-Fami,
Ali bin Ibrahim al-Qaththan, Ishaq bin Muhammad, Muhammad bin Isa ash-Shiffar, Ali
bin Sa’id al-Askari, Ibnu Sibuyah, Wajdi Ahmad bin Ibrahim, dan yang lainnya.
c. Sanjungan Ulama Pada Beliau
Ibnu Majah adalah seorang tsiqah kabir,
muttafaq’alaih, dapat dijadikan sebagai hujjah, memiliki pengetahuan yang
mendalam dalam masalah hadits, dan
hafalan, ahli tafsir, hafidz. Ibnu Katsir menuturkan, “Ibnu Majah adalah
pemilik kitab as-Sunan yang masyhur. Ini menunjukkan amalnya, ‘ilmunya,
keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam hadits serta ittiba’nya terhadap
sunnah dalam hal perkara-perkara dasar maupun cabang.”
d. Karya Beliau
Kitab sunan ini kemudian yang terkenal
dengan Sunan Ibnu Majah dan merupakan salah satu sunan yang empat. Dalam
penysusunannya, Ibnu Majah menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang
tersusun atas 32 kitab dan 1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4341 hadits. Dari
jumlah tersebut, 3002 hadits telah diriwayatkan oleh pengarang al-Kutub
as-Sittah. Sehingga sebanyak 1.339 hadits diriwayatkan oleh beliau sendiri,
dengan rincian; 428 hadits shahih, 199 hadits hasan, 613 hadits lemah isnad, 99
hadits mungkar dan makhzub. Sunan Ibnu Majah ini memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya tidak banyak mengalami pengulangan dan penyusunannya berdasarkan
judul dan sub-sub judul.
e. Akhir Kehidupan Beliau
Beliau meninggal pada hari senin, 21
Ramadhan 273 H (887 M).
Dikuburkan esok harinya pada hari selasa. Semoga Allah selalu melimpahkan
rahmat dan keridhaan-Nya kepada beliau.
5. Biografi Imam Ahmad
a. Kelahiran
Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al Marwazi al Baghdadi atau lebih
dikenal Imam Hanbali. Tempat kelahiran beliau adalah di Marwa (saat ini Mary di
Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di Kota Baghdad, Iraq pada tahun
164 H (780 M).
Beliau adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Dan gelar beliau adalah
Imam Ahlus Sunnah, dikarenakan ketegaran beliau dalam menjaga sunnah.
b. Rihlah Menuntut Ilmu
Beliau lebih banyak mencari ilmu di Baghdad
sebelum mengembara ke daerah lain. Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah al-Qur’an
hingga beliau dapat menghafalnya dalam usia 15 tahun. Setelah itu beliau
konsentrasi belajar ilmu hadits.
Untuk menambah pengetahuan terutama di bidang
hadits, beliau melakukan rihlah ke berbagai daerah. Diantara yang beliau
kunjungi adalah Syam, Hijaz, Yaman, dan lain sebagainya
hingga menjadi ahli hadits terkenal yang memiliki pengetahuan yang banyak
tentang atsar sahabat dan tabi’in.
c. Pujian Ulama Terhadap Beliau
Imam Ahmad banyak medapatkan pujian dari
ulama semasanya maupun setelahnya. Imam Syafi’i misalnya, pernah berkata
tentang beliau, “Imam Ahmad bin Hanbal adalah imam dalam delapan hal; Imam
dalam hadits; Imam dalam Fikih; Imam dalam bahasa; Imam dalam al Qur’an; Imam
dalam kefakiran; Imam dalam Kezuhudan dan Imam dalam Kewara’an serta Imam dalam
sunnah.”
Imam al-Harbi juga memujinya, “Saya
melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal seolah Allah gabungkan padanya ilmu
orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu.”
Imam Ahmad adalah seorang yang sangat
pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya dan banyak
berpikir. Tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut
orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah.
Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya
kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya.
Beliau juga adalah seorang yang sangat
zuhud, wara’ dan selalu menjaga diri, tawadhu dengan kebaikannya dan selalu
bersabar dalam menuntut ilmu serta penuh kehati-hatian dalam memberi fatwa.
d. Guru, Murid dan Karya Beliau
Imam Ahmad berguru kepada banyak ulama,
jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri,
seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara
mereka adalah Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad al-Ataky, Umari bin Abdillah
bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar as-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’
bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin
Ma’qil, dan lain sebagainya.
Telah banyak ulama hadits yang belajar
kepada Imam Ahmad bahkan diantara mereka ada yang pernah menjadi gurunya.
Diantara murid yang paling menonjol adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i,
Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam asy- Syafi’i, Shalih bin Ahmad bin Hanbal, Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal, Hanbal bin Ishaq.
Beliau menulis kitab al-Musnad
al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab “Musnad” dan sebaik-baik
karangan beliau dan sebaik-baik penelitian hadits. Ia tidak memasukkan dalam
kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih
dari 25.000 hadits dari sejuta hadits yang beliau hafalkan.
Selain musnad, beliau juga memiliki
beberapa karya; Kitab Tafsir, Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh, Kitab at-Tarikh,
Kitab Hadits Syu’bah, Kitab al-Muqaddam wa al- Mu’akkhar fi al-Qur’an, Kitab
Jawabah al- Qur’an, Kitab al-Manasik al-Kabir, Kitab al-Manasik as-Shaghir,
Kitab al-‘Ilal, Kitab al-Manasik, Kitab az-Zuhd, Kitab al-Iman, Kitab
al-Masa’il, Kitab al-Asyribah, Kitab al-Fadha’il, Kitab Tha’ah ar-Rasul, Kitab
al-Fara’idh, Kitab ar-Radd ala al- Jahmiyyah dan banyak lagi.
e. Akhir Kehidupan Beliau
Beliau wafat pada hari Jumat bulan Rabiul Awal tahun
241 H di Baghdad dan dikebumikan di Marwaz. Sebagian ulama menerangkan bahwa
disaat meninggalnya jenazahnya diantar oleh 800.000 orang laki-laki dan 60.000
orang perempuan. Saat itu pula sebanyak 20.000 orang dari kaum Nashrani, Majusi
dan Yahudi masuk Islam.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Perjalanan ilmiah para
Ashabus Sunan dan Imam Ahmad perlu menjadi contoh bagi kita semua. Adapun menurut urutan tahun mereka disusun mulai Imam
Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam an-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah.
Hubungan mereka dalam meriwayatkan suatu hadits
diantaranya dengan cara bertemu, jadi bagi mereka yang hidupnya semasa atau
seabad mereka bisa bertemu dan mendiskusikan hadits. Contohnya Imam Bukhari dan
Muslim mengambil ilmu-ilmu hadits dari Imam Ahmad bin Hanbal.
2. Saran
Selesainya makalah ini tidak menjamin kesempurnaannya.
Sehingga diharapkan masukan dan sarannya untuk perbaikannya.
Kepada teman-teman The Last Twenty of 6th
Generation of STIS Hidayatullah Balikpapan untuk tidak menyerah dan pasrah
dengan keadaan. Jangan ada kata-kata penyerahan dan pasrah dalam perjuangan
ini, sebab semuanya akan akan menghilangkan kekuatan. Demikian pula dengan rasa
gengsi, jangan dipelihara sebab akan menjadi beban. Terakhir, belajarlah
sebagai sebuah kewajiban.
Drs.
Munzier Suparta, MA., Ilmu Hadits, (Jakarta: Rajawali Press, 2002).
Mereka yang Berjasa Dalam Bidang Hadits (2)
Reviewed by Cak Dul
on
08:36
Rating:

Tidak ada komentar:
Syukran telah berkunjung. Silahkan beri komentar membangun.