Mereka yang Punya Jasa Besar Dalam Bidang Hadits
A. Pendahuluan
Para ulama hadits, mulai dari kalangan sahabat Nabi SAW. sampai kepada para ulama yang datang setelah sahabat, yang telah berhasil menghimpun dan melakukan kodifikasi hadits Nabi SAW dan bahkan telah pula melakukan penyelesaian antara shahih dan yang tidak shahid, mereka semua telah berjasa besar dalam memelihara dan menyebarluaskan hadits-hadits Nabi, yang merupakan sumber utama ajaran Islam setelah al-Qur’an al-Karim. Berkat jasa mereka pulalah hadits-hadits Nabi SAW. itu sampai ke tangan kaum muslimin sekarang ini. Mereka itu, yang didalam istilah ilmu hadits disebut juga dengan para perawi hadits, berjumlah banyak sekali.
Pembahasan berikut ini akan menguraikan sejumlah ulama hadits pada abad ke-2 hingga ke-3 Hijriah
yaitu, Umar ibn Abdul Al-Aziz, Muhammad Ibn Syihab al-Zuhri, Muhammad Ibn Hazm, Bukhari dan Muslim. Mereka semua telah berjasa dalam mempelopori dan melakukan pengumpulan dan pembukuan hadits, baik pembukuan dalam bentuk tahapan awal yang bersifat sangat sederhana, demikian pula pada masa penyempurnaannya dengan melakukan pemisahan antara yang hadits Nabi SAW dengan yang bukan, dan antara yang diterima dan yang ditolak.
yaitu, Umar ibn Abdul Al-Aziz, Muhammad Ibn Syihab al-Zuhri, Muhammad Ibn Hazm, Bukhari dan Muslim. Mereka semua telah berjasa dalam mempelopori dan melakukan pengumpulan dan pembukuan hadits, baik pembukuan dalam bentuk tahapan awal yang bersifat sangat sederhana, demikian pula pada masa penyempurnaannya dengan melakukan pemisahan antara yang hadits Nabi SAW dengan yang bukan, dan antara yang diterima dan yang ditolak.
B. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
1. Kelahiran, Nasab dan Pertumbuhan Beliau
Nama lengkapnya adalah Abu Jaafar Umar ibn Abdul al-Aziz ibn Marwan ibn al-Hakam ibn Abi al-Ash ibn Umayyah ibn Abdul Syams al-Qurasyi al-Umawi Abu Hafs al-Madani al-Dimasyzi, Amir al-Mu’minin. Ibunya adalah Ummu ‘Ashim binti Ashim Ibn Umar Ibn al-Khaththab. Dengan demikian, dia adalah cucu dari Umar Ibn al-Khathathab dari garis keturunan ibunya.
Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik.
Umar dilahirkan sekitar tahun 682 M, bertepatan dengan 61 H tetapi ada riwayat yang mengatakan 63 H. Beberapa tradisi menyatakan ia dilahirkan di Madinah, sedangkan lainnya mengklaim ia lahir di Mesir.
Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematian ayahnya, kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul Malik dan menikah dengan anak perempuannya, Fatimah. Ayah mertuanya kemudian meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I.
2. Sifat-sifat dan Kepribadian Beliau
Beliau adalah seorang tabi’in terhormat. Dia mendapat gelar Khalifah ar-Rasyid yang ke lima karena memerintah sesuai dengan sistem Khulafaur Rasyidin. Dia naik tahta setelah Sulaiman bin Abdul Malik pada bulan Safar, 99 H bertepatan dengan 717 M. Menjabat sebagai khalifah keenam Dinasti Bani Umaiyah.
Muhammad bin Ali bin Husain mengatakan tentang dirinya, “Kalian tahu bahwa setiap kaum memiliki orang yang yang menonjol? Yang menonjol dari Bani Umaiyah adalah Umar bin Abdul Aziz. Saat dibangkitkan di hari kiamat kelak, merupakan satu kelompok tersendiri.”
Umar pernah mengumpulkan sekolompok ahli fikih dan ulama dan mengatakan, “Saya mengumpulkan tuan-tuan ini untuk meminta pendapat mengenai hasil tindak curang yang berada pada keluargaku.” Mereka mengatakan, “Itu semua terjadi sebelum masa pemerintahanmu. Maka dosanya berada pada yang merampasnya.” Umar tidak puas dengan pendapat itu dan mengambil pendapat kelompok lain, di dalamnya termasuk putranya Abdul Malik yang mengatakan kepadanya, “Saya berpendapat, hasil-hasil itu harus dikembalikan kepada yang berhak, selama engkau mengetahuinya. Jika tidak dikembalikan engkau telah menjadi patner mereka yang merampasnya dengan curang.” Mendengar itu Umar puas dan langsung berdiri untuk mengembalikan hasil-hasil tindak kecurangan itu.
Beliau mempunyai keperibadian yang tinggi, dicintai rakyatnya dan memiliki watak seperti buyutnya, Umar bin Khattab.
Beliau sangat berhati-hati dengan harta terutama terhadap harta milik rakyat di Baitul Mal. Dalam rumahnya beliau menyediakan dua buah lilin, satu untuk urusan kenegaraan dan satunya untuk urusan keluarga.
Sebagai seorang yang zuhud, kehidupannya semasa menjadi Gubernur Madinah dan saat menjadi Khalifah tak ubahnya seperti kehidupan beliau ketika menjadi rakyat biasa. Harta yang ada termasuk barang perhiasan isterinya diserahkan kepada Baitul Mal dan segala perbelanjaan negara berdasarkan kehati-hatian dan kecermatan karena menyangkut harta rakyat. Ini terbukti ketika beliau dengan tegasnya menegur bahkan memecat pegawai yang boros dalam belanja negara.
3. Perjalanan Menuntut Ilmu dan Sumbangsihnya di Bidang Hadits
Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu ketika masih kecil. Walapun begitu dia sudah bergaul dengan para pemuka ahli fikih dan ulama. Beliau telah menghafal al-Quran sejak masih kecil. Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan beberapa tokoh terkemuka seperti Imam Malik bin Anas, Urwah bin Zubair, Abdullah bin Jaafar, Yusuf bin Abdullah dan sebagainya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir.
Umar bin Abdul Aziz hidup dalam suasana atmosfir ilmu pengetahuan yang cukup baik dan beliau sendiri sebagai Amir al-Mu’minin tidak jauh dari ulama.
Dia sendiri menuliskan sejumlah hadits, selain mendorong para ulama untuk melakukan hal yang sama. Menurut pandangannya, dengan cara demikian hadits Nabi SAW. dapat terpelihara. Sehingga salah satu kebijaksanaan beliau menganjurkan para ulama dalam hal penulisan hadits serta memberikan kebolehan untuk itu, yang sebenarnya belum ada kebolehan resmi.
Dorongan untuk menuliskan dan memelihara hadits selain karena dikhawatirkan akan lenyapnya hadits bersama meninggalnya para penghafalnya, juga dikarenakan berkembangnya kegiatan pemalsuan hadits yang disebabkan oleh terjadinya pertentangan politik dan perbedaan mazhab dikalangan umat Islam.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan kepada para ulama dan penduduk Madinah untuk memperhatikan dan memelihara hadits, “Perhatikanlah hadits-hadits Rasul SAW. dan tuliskanlah, karena aku mengkhawatirkan lenyapnya hadits dan perginya para ahlinya”.
Instruksinya kepada Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm, “Tuliskan untukku seluruh hadits Rasul SAW. yang ada padamu dan pada Amrah, karena aku mengkhawatirkan hilangnya hadits-hadits tersebut.” Khalifah Umar juga memerintahkan Ibn Syihab al-Zuhri dan ulama lainnya untuk mengumpulkan hadits Nabi SAW.
Selain perintah untuk mengumpulkan hadits, Khalifah Umar juga mengirim surat kepada para penguasa di daerah-daerah agar mendorong para ulama setempat untuk mengajarkan dan menghidupkan sunnah Nabi SAW. Meskipun masa pemerintahan beliau relatif singkat, beliau telah mempergunakannya secara maksimal dan efektif untuk pemeliharaan hadits-hadits Nabi SAW, yaitu dengan mengeluarkan perintah secara resmi untuk pengumpulan dan pembukuan hadits. Sehingga para ulama hadits menghubungkan permulaan hadits dengan Umar bin Abdul Aziz yaitu pada awal abad kedua Hijriah dan orang yang mula-mula membukukan hadits adalah Ibn Syihab al-Zuhri.
Meskipun seorang Khalifah, Umar bin Abdul Aziz juga seorang perawi hadits. Beliau menerima hadits dari Anas, al-Sa’ib bin Yazid, Abdullah. Sedangkan yang meriwayatkan hadits-haditsnya diantaranya adalah Abu Salamah bin Abdur Rahman dan kedua anaknya yakni Abdullah dan Abdul Aziz, dua orang anak Umar bin Abdul Aziz, saudaranya yakni Zuban bin Abdul Aziz, anak pamannya yakni Maslamah Ubn al-Malik bin Marwan, Abu Bakar Muhammad bin Amr bin Hazm, al-Zuhri, Anbasah bin Sa’id bin al-Ash dan lain-lain.
Tentang penilaian beliau sebagai perawi hadits, Ibn Sa’ad berkata, “Umar Ibn Abd al-Aziz adalah seorang yang tsiqat, ma’mun, seorang faqih, alim, dan wara’.” Beliau meriwayatkan banyak hadits, dan dia adalah imam yang adil. Ibn Hibban memasukkan Umar bin Abdul Aziz kedalam kelompok tabi’in yang tsiqat. Al-Bukhari, Malik dan Ibnu Uyainah menyatakan Umar bin Abdul Aziz adalah imam.
4. Wafatnya
Beliau hanya sebentar menjabat khalifah, dua tahun setengah. Dia menemui Tuhan dalam keadaan adil kepada rakyatnya pada bulan Rajab 101 H.
C. Imam az-Zuhri
1. Nama dan Nasab Beliau
Beliau bernama lengkap Muhammad bin Muslim bin Abdillah bin Syihab bin Abdillah bin al-Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib. Pada zamannya dikenal dengan al-Hafidz Abu Bakar al-Qurasy az-Zuhri al-Madani.
2. Kelahiran dan Kehidupan Beliau
Beliau dilahirkan pada tahun 50 Hijriyah sebagaimana pendapat Ahmad bin Shaleh dan Duhaim. Tetapi ada pula pendapat dari Khulaifah bin Khayyath bahwa beliau lahir pada 51 Hijriyah. Ketika itu masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Ibnu Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah, sebuah desa antara Hijaz dan Syam. Reputasinya menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama Sa’id bin al-Musayyab di sebuah desa bernama Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia wafat.
Az-Zuhri hidup pada akhir masa sahabat, dan dia masih bertemu dengan sejumlah sahabat ketia dia berusia 20 tahun lebih. Oleh karenanya, dia mendengar hadits dari para sahabat seperti Anas ibn Malik. Abdullah ibn Umar, Jabir ibn Abdillah, Sahal ibn Sa’ad, Abu At-Thufail, Al-Masur ibn Makhramah dan lainnya.
3. Sifat dan Keistimewaan Beliau
Muhammad bin Yahya bin Abi Umar dari Sufyan berkata, “Aku pernah melihat az-Zuhri dengan rambut dan jenggotnya yang berwarna kemerah-merahan.”
Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah orang yang terhormat dan senang memakai pakaian militer, mempunyai perangai yang baik dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Umar bin Abdul Aziz bertanya, “Apakah kalian mau menemui Ibnu Syihab (Imam az-Zuhri)?” Mereka menjawab, “Kami akan melakukannya.” Dia berkata, “Temuilah dia, karena sesungguhnya tidak ada yang tersisa saat ini orang yang lebih tahu tentang sunnah Rasulullah SAW. daripadanya.”
Diantara kelebihan beliau adalah memiliki hafalan yang sangat kuat. Beliau mampu menghafal al-Qur’an dalam 80 malam. Dan ketika beliau telah menghafal sesuatu dalam suatu perkara, beliau tidak melupakannya lagi. Kekuatan hafalan ini ditopang dengan kebiasaan beliau dalam menuliskan semua apa yang beliau dengar. Beliau selalu membawa kertas kemana pun pergi, bahkan ketika thawaf sekalipun.
Beliau juga selalu mengulang dan mempelajari. Beliau pernah berkata, “Ilmu pengetahuan sirna karena penyakit lupa dan tidak mempelajarinya.” Juga dalam sebuah riwayat dikatakan beliau selalu berteman dan mendekat kepada orang berilmu serta memberikan pengabdian kepada mereka. Ketika sedang belajar kepada Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah beliau disangka pembantu karena pengabdian beliau yang sangat dalam.
Dalam menjaga hafalan beliau selalu berusaha melakukan hal-hal yang dapat membantu hafalan dan menghindari kelupaan. Sehingga beliau senang mengkonsumsi zabib (anggur kering) dan meminum madu dan sangat menghindari buah apel.
Menurut para ulama, seperti dikatakan Umar bin Abd al-Aziz, Ayyub dan al-Laits, tidak ada ulama yang lebih tinggi kemampuannya khususnya dalam bidang ilmu agama dari az-Zuhri, ia seperti yang dikatakan al-Aszalani, mendapat beberapa gelar, antara lain al-Faqih, al-Hafizh al-Madani dan lain-lain.
Ada sebuah kisah tentang kesetiaan dan keteguhan hafalannya terlihat ketika suatu hari Hisyam ibn Abd al-Malik memintanya untuk mendiktekan sejumlah hadits untuk anaknya. Lantas az-Zuhri meminta menghadirkan seorang juru tulis dan kemudian dia mendiktekan sejumlah 400 hadits. Setelah berlalu lebih sebulan, az-Zuhri bertemu kembali dengan Hisyam, ketika itu Hisyan mengatakan kepadanya bahwa kitab yang berisikan 400 hadits tempo hari telah hilang. Az-Zuhri menjawab, “Engkau tidak akan kehilangan hadits-hadits itu,” kemudian dia meminta seorang juru tulis, lalu dia mendiktekan kembali hadits-hadits tersebut, setelah itu, dia menyerahkan kepada Hisyam dan isi kitab tersebut ternyata satu huruf pun tidak berubah dari isi kitab yang pertama.
4. Para Guru dan Murid Beliau
a. Guru Beliau
Beliau pernah meriwayatkan hadits dari Sahl bin Sa’ad dan Anas bin Malik di Damaskus. Dia juga meriwayatkan dari as-Sa’ib dari Yazid, Abdullah bin Tsa’labah bin Sughair, Mahmud bin ar-Rabi’, Mahmud bin Lubaid, Sufain Abu Jamilah, Abu at-Thufail Amir, Abdurrahman bin Azhar, Rabi’ah bin Ubbad ad-Daili, Abdullah bin Mair bin Rabi’ah dan Malik bin Aus bin al-Hadatsan.
Beliau belajar kepada Said bin al-Musayyib selama 8 tahun. Meriwayatkan pula dari Alqamah bin Waqqash, Katsir bin al-Abbas, Abu Ummah bin Sahl, Ali bin al-Husain, Urwah bin az-Zubair, Abu Idris al-Khaulani, Qubaishah bin Dzua’ib, Abdul Malik bin Marwan, Salim bin Abdillah, Muhammad bin Jubair Ibnu Math’am, Muhammad bin an-Nu’man bin Basyir, Abu Salamah bin Abdirrahman, Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, Utsman bin Ishaq al-Amiri, Abu al-Ahwash budak Bani Tsabit, Abu Bakar bin Abdirrahman bin al-Harits, al-Qasim bin Muhammad, Amir bin Sa’ad, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Ka’ab bin Malik, Abu Umar dan Abban bin Utsman.
b. Murid Beliau
Beberapa orang meriwayatkan dari beliau. Diantaranya Atha’ bin Abi Rabah, Amr bin Dinar, Amr bin Syu’aib, Qatadah bin Du’amah, Zaid bin Aslam, dan sebagainya.
5. Kontribusi Beliau dalam Bidang Hadits
Imam az-Zuhri adalah seorang imam besar di bidang Hadits dan masih terhitung tabi’in akhir. Diakui keluasan ilmunya sehingga menjadi seorang yang mulia dan terhormat. Orang yang paling kompeten dalam Hadits dan yang paling baik sanadnya. Termasuk orang yang pertama menyusun ilmu hadits atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Beliau adalah seorang yang sangat intens dan bersemangat dalam memelihara sanad hadits bahkan beliau yang pertama menggalakan penyebutan sanad hadits tatkala meriwayatkannya. Dan beliau telah memberikan perhatian yang besar dalam pengkajian dan penuntutan ilmu hadits, bahkan beliau bersedia memberikan bantuan materi terhadap mereka yang berkeinginan mempelajari hadits namun tidak mempunyai dana untuk itu.
Az-Zuhri memiliki sekitar 2000/2200 hadits. Menurut al-Nasdi ada empat jalur sanad yang terbaik dari beliau yaitu :
a. Az-Zuhri dari Ali ibn al-Husain, dari ayahnya dari kakeknya.
b. Az-Zuhri dari Ubaidillah, dari ibn Abbas.
c. Az-Zuhri dari Ayyub, dari Muhammad dari Ubaidah dari Ali.
d. Az-Zuhri dari manshur, dari ibrahim dari Al-Qamah dari Abdullah.
Beliau adalah orang yang diperintah untuk membukukan hadits oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sehingga beliaulah orang yang pertama kali membukukan hadits. Ketika berhasil mengoleksi hadits, beliau berkata, “Umar Ibn Abd al-Aziz telah memerintahkan kami untuk mengumpulkan sunnah Nabi SAW, maka kami pun menuliskannya dalam beberapa buku. Dia selanjutnya mengirimkan masing-masing satu kepada setiap penguasa di daerah.” Selanjutnya beliau berkata, “Tidak ada seorang pun yang telah membukukan ilmu ini (hadits) sebelum pembukuan yang aku lakukan ini.”
6. Meninggalnya
Beliau meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun 124 H di Sya’bad, sebuah daerah di pinggiran Syam.
D. Ibnu Hazm
1. Nama, Nasab dan Kelahirannya
Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm al-Anshari al-Khazraji al-Najjari al-Madani al-Qadhi. Ada yang menyebutkan bahwa namanya adalah Abu Bakar dan kuniyahnya Abu Muhammad dan bahkan ada yang mengatakan bahwa nama dan kuniyahnya adalah sama. Tahun lahir dan tahun meninggalnya tidak diketahui secara pasti. Tetapi, menurut al-Haitsam Ibnu Adi, Abu Musa dan Ibnu Bakir lahir tahun 117 H, dan pendapat ini dipegang oleh Ajjaj al-Khathib. Sedang al-Waqidi dan Ibnu al-Madini berpendapat bahwa Ibnu Hazm meninggal pada tahun 120 H, dan pendapat ini diikuti oleh Hasbi ash-Shidieqy.
Abdul Ghani dalam makalahnya berbeda pendapat mengenai nama, nasab dan kelahiran Ibnu Hazm. Menurut beliau nama lengkap Ibnu Hazm adalah Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm bin Ghalib bin Sholeh bin Khalaf bin Ma’dan bin Sufyan bin Yazid Al-Farisi. Lahir di Cordova, Andalusia pada bulan Ramadhan tahun 384 H bertepatan 7 November 994 M.
2. Pertumbuhan dan Perjalanannya Menuntut Ilmu
Ibnu Hazm kecil tumbuh sebagai orang yang terhormat dan dihormati. Ayahnya, Ahmad adalah seorang yang terkenal alim dan menjadi salah satu menteri pada masa al-Manshur Muhammad bin Abi Amir dan anaknya al-Mudaffir. Ibnu Hazm pernah menjabat sebagai menteri pada masa khalifah Al-Mustadhir Billah Abdurrahman bin Hisyam pada tahun 414H. Namun tidak lama, Abdurrahman bin Hisyam terbunuh dan ibnu Hazm dijebloskan ke dalam penjara.
Pada masa Khalifah Hisyam al-mu’tamad Billah bin Muhammad bin Abdul Malik bin Abdurrahman An-Nashir Ibnuu Hazm kembali diangkat menjadi Menteri, namun di tengah masa jabatannya, Ibnu Hazm mengundurkan diri, dan lebih menfokuskan dirinya di dunia keilmuan. Walau dikelilingi dengan gemerlap kemewaan, namun tidak menjadikannya lupa akan kedudukan dan kewajiban agama. Ia sangat interest dengan keilmuan Islam.
Setelah menghafal al-Qur’an Ibnu Hazm diasuh dan dididik oleh Abu Hunein Ali al-Farisi, seorang yang terkenal soleh, zahid dan tidak beristri. Al-Farisi inilah yang pertama kali membentuk dan mengarahkan Ibnu Hazm. Al-Farisi juga membawa Ibnu Hazm ke majlis pengajian al-Qur’an Abu al-Qasim Abdurrahman al-Azdi untuk belajar bahasa arab dan hadits.
Selain belajar hadits dari al-Azdi Ibnu Hazm juga pernah belajar dari Ahmad bin Muhammad al-Jasur. Selain itu Ibnu Hazm juga belajar menulis, diskusi, debat, sastra arab dan ilmu-ilmu syariah, nasab, pengobatan, filsafat dan lain sebagainya.
Kondisi sosial, politik, mental dan intelektual yang melatarbelakanginya, juga menjadi faktor pendorong bagi Ibnu Hazm untuk menjalani hidup dalam pengembaraan mencari jati diri. Saat berkelana itulah ia mengenal ilmu dan ulama.
Ibnu Hazm belajar kepada para ulama kenamaan seperti Abu Muhamad ibn Dakhun, Abdullah al-Azdi, Abi Qasim Abdurahman bin Abi Yazid al-Misri, dan masih banyak lagi sederatan ulama yang kadar keilmuannya diakui oleh rakyat Cordova.
Dari didikan para ulama itulah akhirnya ia menjadi seorang yang pakar dalam bidang agama. Kepakarannya bukan hanya diakui oleh kaum muslimin, namun juga diakui oleh sarjana Barat. Bukan cuma itu, ia juga menguasai ilmu kenegaraan sehingga dipercaya menjadi menteri pada pemerintahan Cordova.
3. Kontribusi dalam Bidang Hadits
Ibn Hazm adalah seorang ulama besar dalam bidang hadits dan sekaligus terkenal ahli dalam bidang fiqh pada masanya. Imam Malik ibn Anas mengatakan, “Saya tidak melihat seorang ulama seperti Abu Bakar ibn Hazm, yaitu seorang sangat mulia muru’ah-nya dan sempurna sifanya. Dia memerintah di Madinah dan menjadi hakim (qadhi). Tidak ada dikalangan kami di Madinah yang menguasai ilmu al-Qadha’ (mengenai peradilan) seperti yang dimiliki oleh Ibnu Hazm.”
Ibnu Ma’in dan Kharrasy mengatakan bahwa Ibnu Hazm adalah seorang yang tsiqat begitu pula Ibnu Hibban memasukkan Ibnu Hazm ke dalam kelompok tsiqat.
Dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Madinah dan sekaligus sebagai ulama hadits dia pernah diminta oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk menuliskan hadits-hadits Nabi SAW. yang ada pada ‘Umrah binti Abdur Rahman serta al-Qasim bin Muhammad. ‘Umrah adalah makcik dari Ibnu Hazm dan pernah tinggal bersama Aisyah dan beliau adalah yang paling terpecaya dari kalangan tabi’in dalam hal hadits Aisyah.
4. Guru, Murid dan Karyanya
Diantara guru-guru Ibnu Hazm yang mewarnai pemikirannya adalah: Ibn Abd Barr al-Maliki, Abu Umar Ahmad bin Husein, Yahya bin Mas’ud, Abu al-Khiyar Mas’ud bin Sulaiman al-Dhahiri, Yunus bin Abdullah al-Qadhi, Muhammad bin Said bin Sa’i, Abdullah bin al-Rabi’ al-Tamimi, Abdullah bin Yusuf bin Nami dan beberapa yang telah disebut di atas.
Ibnu Hazm juga mempunyai beberapa murid setia yang menyebarkan pendapat-pendapatnya, diantara mereka adalah: Abu Abdullah al-Humaidi, Suraih bin Muhammad bin Suraih al-Muqbiri, Abu Rafi’, Abu Usamah Ya’qub, Abu Sulaiman al-Mus’ib, Imam Abu Muhammad bin al-Maqribi.
Ibn Hazm diakui sebagai seorang ulama yang memiliki kontribusi luar biasa dalam dunia Islam. Tak kurang dari 400 judul kitab telah ditulisnya. Melalui karya-karyanya itu, ia diakui sebagai filusuf, teolog, sejarawan, sastrawan, pakar fikih, negarawan, akademisi dan politisi yang handal. Diantara buku karangannya adalah Ibthal al-Qiyas wa al-Ra’yu wa al-Taqlid wa al-Ta’lil, al-Ijma’ wa Masa’iluhu Ala Abwab al-Fiqh, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, al-Akhlaq wa al-Siar, Asma’u al-Khulafa’ wa al-Mulat, Asma’u al-Sahabah wa al-Ruwat, Asma’ullah Ta’ala, al-Nubdzah fi Ahkam al-Fiqh al-Dhahiri, Ashabu al-Fataya, Idharu Tabdil al-Yahud wa al-Nashara li al-Taurat wa al-Injil, al-Imamah wa al-Siyasah, al-Imamah wa al-Mufadhalah, al-Ishal ila Fahmi al-Hishal, al-Taqrib bihaddi al-Mantiq wa al-Madkhal ilaih, al-Talkhlish wa al-takhlish, al-Jami’ fi Shahih al-Hadits, Jumal Futuh al-Islam ba’da Rasulillah, Jamharatu Ansab al-Arab, Jawami’u al-Sirah, Risalah fi Fadhli al-Andalus, Syarhu Ahadis al-Muwattha’, Thuqu al-Hamamah, al-Shadiq wa al-Radi’, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nahl, al-Qira’at al-Mashurah fi al-Amshar, Qashidah fi al-Hija’, Kasyfu al-Iltibas, al-Majalla, al-Muhalla, Maratib al-Ijma’, Masa’il Ushul Fiqh, Ma’rifatu al-Nasikh wa al-Mansukh, Muntaqa al-Ijma’ wa Bayanuhu, al-Nashaih al-Munjiyah min al-Fadhaih al-Mukhziyah, Naqthu al-’Arusy fi Tawarikh al-Khulafa’, Naka al-Islam, dan lain sebagainya.
5. Wafatnya
Ibnu Hazm meninggal dunia pada hari Ahad dua hari terakhir bulan Sya’ban tahun 456 H. Di desa Uniyah sebelah barat Andalusia, dalam umur 71 tahun 10 bulan, meninggalkan karangan-karangan yang terus menjadi kajian hingga sekarang. Bahkan Pemerintah Spanyol pada tanggal 12 Mei 1963 mengadakan peringatan wafatnya Ibnu Hazm (haul ke 900). Dalam acara tersebut dikumpulkan 20 sarjana dari Arab dan Eropa, membahas karya-karya Ibnu Hazm. Acara tersebut dibuka dengan peresmian patung Ibnu Hazm yang dibuat oleh seniman Amadiyo Rowel Alowes.
E. Imam Bukhari
1. Nama dan Nasab Imam Bukhari
Dia adalah Abu Abdillah, bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ja’fi al-Bukhari -rahimahullahu. Kakek moyangnya, Bardizbah adalah orang asli Persia. Bardizbah, menurut penduduk Bukhara berarti petani. Sedangkan kakek buyutnya, al-Mughirah bin Bardizbah, masuk Islam di tangan al-Yaman al-Ja’fi ketika datang ke Bukhara. Selanjutnya nama al-Mughirah dinisbatkan kepada al-Ja’fi sebagai tanda wala’ kepadanya.
2. Kelahiran dan Pertumbuhannya
Bukhari dilahirkan di Bukhara, yang sekarang dikenal sebagai bagian dari Soviet, sesudah shalat Jum’at pada tanggal 13 Syawal 194 H. Bukhari kecil dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang, suci dan bersih dari barang-barang haram.
Ketika ayahnya wafat, Bukhari masih kecil, sehingga dia besar dan dibesarkan dalam asuhan ibunya. Mulai mencari ilmu ketika masih kecil dan mulai menghafal ketika berumur sekitar sepuluh tahun. Ketika berusia enam belas tahun Bukahri telah menghafal kitab-kitab Ibnul Mubarak dan Wakil. Usia delapan belas tahun berangkat haji bersama ibu dan saudaranya. Ketika itu Bukhari telah menyusun kitab tentang sahabat dan tabi’in. Lalu menyusun kitab tarikh di Madinah di samping kuburan Nabi SAW. ketika malam bulan purnama.
3. Perjalanan Mencari Ilmu dan Kontribusi di Bidang Hadits
Bukhari mulai mempelajari hadits sejak usianya masih muda sekali, bahkan sebelum mencapai usia 10 tahun. Meskipun usianya masih sangat muda, dia memiliki kecerdasan dan kemampuan menghafal yang luar biasa, menjelang usia 16 tahun dia telah mampu menghafal sejumlah buku hasil karya ulama terkenal pada masa sebelumnya, seperti Ibn al-Mubarak, Waki’, dan lainnya. Dia tidak hanya menghapal hadits-hadits dan karya ulama terdahulu saja, tetapi juga mempelajari dan menguasai biografi dari seluruh perawi yang terlibat dalam periwayatan setiap hadits yang di hafalnya, mulai dari tanggal dan tempat tanggal lahir mereka, juga tanggal dan tempat mereka meninggal dunia, dan sebagainya.
Bukahri juga selalu sibuk menggali ilmu dan mendengarkan hadits dari berbagai negeri, seperti di negerinya sendiri. Dan Bukhari telah beberapa kali mengunjungi Baghdad, hingga penduduk di sana mengakui kelebihannya dan penguasaannya terhadap ilmu riwayah dan dirayah.
Imam Bukhari banyak melakukan perjalanan dalam mencari hadits (ilmu) ke seluruh penjuru dunia. Khurasan, al-Jibal, Iraq, Hijaz, Syam, Mesir dan lainnya. Semua itu dia lakukan untuk memperoleh informasi yang lengkap mengenai suatu hadits. Baik matan ataupun sanadnya. Begitulah, singkatnya Bukhari telah mengunjungi berbagai kota di Irak dalam rangka mencari ilmu hadits dari tokoh-tokoh negeri tersebut, misalnya Bashrah, Balkh, Kufah dan lain-lain. Bukhari telah mendengarkan dan menggali hadits dari sejumlah banyak tokoh pembawa hadits.
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim, bahwasanya Bukhari berkata, “Aku tidak pernah menulis melainkan dari orang-orang yang mengatakan bahwa al-Iman adalah ucapan dan tindakan.”
Latar belakang Imam Bukhari menuliskan hadits disebutkan dalam kitabnya sendiri, al-Jami’ as-Shahih. Imam Bukhari berkata: “Suatu kali saya bersama Ishak ibnu Rahawaih, lalu ada sejumlah temanku yang berkata kepadaku, ‘Alangkah baiknya kalau sekiranya engkau kumpulkan sunnah Nabi SAW. dalam sebuh kitab yang singkat.’ Hal tersebut mengena dalam hatiku, maka saya mulai mengumpulkannya dalam kitab ini.”
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah dan Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah ia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya al-Jami' as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu.” Sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan, “Haditsnya diingkari.” Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Ia berkata, “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan.”
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang ia katakan, “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits.”
4. Beberapa Guru dan Muridnya
Imam Bukhari telah memperoleh hadits dari beberapa hafidh, antara lain Makky bin Ibrahim, Abdullah bin Usman al-Marwazy, Abdullah bin Musa Abbasy, Abu Ashim As-Syaibany dan Muhammad bin Abdullah Al-Anshary, Muhammad bin Yusuf, Abu Walid Ath Thayalisi, ABdulloh bin Maslamah Al Qa'nabi, Abu Bakar Al Humaidi, Abdullah bin Yusuf, Abul Yaman,Ismail bin abu uwais, Muhammad bin Katsir, Khalid Al Mukhalid, Ali Ibnu Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in dan masih banyak lagi -rahimahumullah-.
Ulama-ulama besar yang telah pernah mengambil hadits dari beliau, antara lain : Imam Muslim, Abu Zur’ah, At-Turmudzy, Ibnu khuzaimah dan An-Nasa’iy, Muhammad Ibn Nasr, dan lain sebagainya rahimahullahu.
5. Karya-karyanya
Karya-karya beliau banyak sekali, antara lain, Jami’us-shahih, Qadhayass-shahabah wat-tabi’in, At-Tarikhu’I-Ausath, At-Tarikhu’I-Kabir, At-Adabu’I-Munfarid, Birru’I-Walidain, al-Adabul Mufrad, Raf’ul Yadain fish Shalah, al-Qira’ah khalfal Iman, Birrul Walidain, at-Tarikh ash-Shagir, Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, adl-Dlu’afa (hadits-hadits lemah), al-Jaami’ al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, Kitabul Asyribah, Kitabul Hibab, Asaami ash-Shahabah dan lain sebagainya.
6. Wafatnya
Al-Bukhari wafat di Khartank sebuah desa di negeri Samarkhand, malam Sabtu sesudah shalat Isya’, bertepatan dengan malam Iedul fitri, tahun 256 H bertepatan 31 Agustus 870 M dan dikuburkan pada hari Iedul Fitri sesudah shalat Zhuhur di Khirtank, sebuah kampung dekat kota Samarkand. Bukhari wafat dalam usia 62 tahun kurang 13 hari dengan meninggalkan ilmu yang bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah.
F. Imam Muslim
1. Kelahiran dan Nashabnya
Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara'a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah.
2. Perjalanan Menuntut Ilmu
Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama besar.
Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa.
Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.
Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan negara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang benar sebuah hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya.
Bagi Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits. Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H.
Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya.
Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam az- Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW.
Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya.
Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu' dan wara' dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh, dan ta'dil, yakni suatu ilmu yang digunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Beliau juga menggunakan sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarana (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), dan qaalaa (ia berkata).
Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. "Di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Imam Muslim," komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh. Maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy.
3. Guru dan Muridnya
Beliau banyak berguru hadits antara lain kepada, Yahya ibn Yahya, Ishaq ibn Rahawaih, Muhammad ibn Mahran, Abu Mas’ad, Amir ibn Sawad, Harmalah ibn Yahya, Qatadah ibn Sa’id, al-Qa’naby, Ismail Ibn Abi Muhammad ibn al-Muksanna, Muhammad ibn Rumbi dan lain-lainnya.
Beberapa ulama besar yang berguru hadits kepada beliau, seperti Abu Halim, Musa ibn Haram, Abu Isa al-Tirmidzi, Yahya ibn Sa’id, Ibnu Khuzaimah, dan Awawanah, Ahmad ibn al-Mubarak dan lain sebagainya.
4. Karya-karyanya
Di antara karya fenomenal beliau adalah al-Musnad al-Shahih, al-Mukhtashar min al-Sunan bi Naql al-Adl’an Rasulullah, al-Musnad al-Kabir, al-Jami’ al-kabir, Kitab I’al wa Kitabu Uhamil Muhadditsin, Kitab Al-Tamyiz, Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahidun, Kitabu al-Tahbaqat al-Tabi’in, Kitab Muhadlramin, Al-Asma wa al-Kuna, Irfad Al-Syamiyyin, Al-Agran, Al-Intifa bi Julus al-Shiba, Aulad Al-Sha-habah, al-Tharikh, Hadist Amr ibn Syu’aib, Rijal’urwah, Sha-lawatuh Ahmad ibn Hanbal, Masyayikh al-Tsauri, Masyayikh Malik dan Al-Wuhdan.
5. Wafatnya
Imam muslim wafat pada hari ahad bulan Rajab 261 H dan dikebumikan pada hari senin di Naisabur.
G. Penutup
Diantara para ulama hadits yang telah berjasa dalam pengkodofikasian hadits dan ilmu hadits, sejak masa pertama dikumpulkan secara resmi sampai pada penyelesaiannya antara yang shahih dan yang bukan shahih adalah:
1. Umar ibn Abd Al-Aziz (61-101)
2. Muhammad ibn Syihab al-Zuhri (40-124 H)
3. Muhammad ibn Hazm (W. 117 H)
4. Bukhari (194-296 H)
5. Muslim (204-261 H)
Hubungan mereka dalam meriwayatkan suatu hadits diantaranya dengan cara bertemu, jadi bagi mereka yang hidupnya semasa atau seabad mereka bisa bertemu dan mendiskusikan hadits. Contohnya Imam Bukhari dan Muslim mengambil ilmu-ilmu hadits dari Imam Ahmad bin Hambal.
Referensi:
60 Biografi Ulama Salaf, Syaikh Ahmad Farid.
Tahdzib at Tahdzib, Ibnu Hajar al-Asqalani
Biografi dan
Pemikiran Ibnuu Hazm dan Gagasan Ushul Fiqh Dalam Kitab al-Ihkam fi Ushul
al-Ahkam, Abdul Ghani
Majalah
as-Sunnah, no.02/Th.I, Jumada Tsani-Rajab 1413
H/Desember 1992 M
http://www.inpasonline.com
Mereka yang Punya Jasa Besar Dalam Bidang Hadits
Reviewed by Cak Dul
on
07:46
Rating:

Tidak ada komentar:
Syukran telah berkunjung. Silahkan beri komentar membangun.