(Resume Khutbah-1) Perhatikan How-nya, Jangan Hanya What-nya


 Ramadhan yang akan datang sebulan lagi, akan menjadi yang ke-sekian dalam hidup kita. Tetapi yang menarik dari seluruh perjalanan ber-Ramadhan yang telah lewat tersebut adalah: apakah hakikat dan tujuan dari Ramadhan telah-telah benar kita dapatkan? Seolah-olah rasanya Ramadhan hanya ritual wajib tahunan, lalu pergi tanpa meninggalkan dampak bagi kita yang menjalaninya.


Renungan (awal) tersebut disampaikan oleh seorang Khatib, siang tadi, di masjid Al-Muttaqien Tanjung. Kebetulan saya hadir di masjid tersebut dalam perjalanan menuju Enrekang.


Beliau katakan, "Sudah berapa kali kita menjalani Ramadhan? Lima kali? Sepuluh kali? Atau bahkan lebih dari dua puluh kali? Tapi mengapa kita masih belum merasakan perubahan yang signifikan dalam hidup kita setelah berepisode-episode Ramadhan berlalu?"


Lanjut sang Khatib, mungkin masalahnya bukan pada kurangnya informasi tentang Ramadhan, tetapi lebih kepada bagaimana kita memahaminya. Kita sudah tahu banyak tentang Ramadhan. Kita tahu ia bulan penuh berkah dan memiliki banyak keutamaan. Kita tahu ibadah harus ditingkatkan, kita tahu Al-Qur’an harus lebih sering dibaca, kita tahu sedekah sangat dianjurkan.


Kita juga tahu ada puasa yang diwajibkan, yang mengantarkan kita mendapatkan predikat taqwa. Juga ada shalat tarawih yang meskipun sunnah, dapat menggugurkan semua dosa-dosa kita. Tapi mengapa setelah Ramadhan selesai, tidak ada indikasi adanya peningkatan taqwa dalam diri kita -yang terwujud lewat semakian giatnya kita menjaga perintahNya dan semakin getolnya kita menjauhi laranganNya?


"Saudara-saudaraku," lanjut khatib, "mungkin semua itu disebabkan karena kita terlalu fokus pada what—apa itu Ramadhan, apa keutamaannya, apa ibadah yang harus diperbanyak—tetapi kita lalai dari how—bagaimana menjalankan Ramadhan dengan baik, bagaimana agar ibadah kita diterima, bagaimana agar puasa dapat benar-benar menjadikan kita semakin bertaqwa, dan bagaimana dosa-dosa kita bisa diampuni setelah Ramadhan."


Untuk memperjelas, dua aspek itu, sang Khatib memberi contoh dari kehidupan sehari-hari. "Banyak orang tahu bahwa pendidikan itu penting, tapi tidak semua orang sukses dalam belajar. Kenapa? Karena sekadar tahu manfaat pendidikan tidak cukup, mereka perlu tahu bagaimana cara belajar yang efektif. Sama halnya dengan kesehatan, kita semua tahu olahraga itu penting, tapi tidak semua orang berhasil menerapkannya. Bukan karena mereka tidak tahu, tapi karena mereka tidak tahu bagaimana membangun kebiasaan olahraga yang konsisten."


Setelah menyebutkan beberapa contoh lain, khatib lalu berkata, "Saudara-saudaraku, sama seperti hal-hal tadi, dalam ibadah pun kita harus mengetahui tidak hanya what-nya, tapi juga harus memahami how-nya. Karena jika tidak, kita akan menjadi seperti yang Rasulullah ﷺ sebutkan dalam hadits, 


‘Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.’ (HR. Ahmad & Ibnu Majah)."


Subhanallah, betapa seringnya kita sibuk dengan rutinitas Ramadhan, tapi tidak benar-benar merasakan ruhnya.


Para ulama mengajarkan tentang pentingnya memahami how, tidak hanya sekedar what. Makanya, di antara mereka ada yang mengatakan: bukan mengerjakan ibadahnya yang penting, tapi yang lebih penting itu adalah menjaga bagaimana ibadah tersebut bisa diterima. Sebab, apalah arti ibadah yang banyak, tapi tidak diterima oleh Allah karena kita tidak menjaga sebab-sebab diterimanya ibadah tersebut. Dan Allah memang tegaskan:


إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ


"Sesungguhnya Allah hanya menerima (ibadah) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Ma'idah: 27)


Makanya di antara sifat orang-orang saleh terdahulu, ketika mereka telah selesai beribadah, hati mereka bergetar takut: jangan-jangan ibadah saya tidak diterima oleh Allah Ta'ala. Dan inilah yang disebutkan Allah dalam surat Al-Mukminun, ayat 60-61


وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ . أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ


“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”


Ketika Aisyah bertanya kepada Nabi terkait orang-orang yang takut tersebut, nabi menjawab:


قَالَ : لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ ! وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ


Aisyah bertanya: "Apakah karena mereka itu minum khamr dan mencuri? Beliau menjawab: “Tidak wahai Binti As-Siddiq, mereka berpuasa, shalat dan bersedekah, akan tetapi mereka takut (amalannya) tidak diterima. Mereka adalah mendapatkan kebaikan-kebaikan.”


Lalu, khatib bertanya, "Apa yang membuat kita tahu tentang ibadah tetapi tetap sulit menjalankannya?"


Ia lalu menjelaskan konsep hidayah. "Dalam Islam, hidayah itu ada dua macam," katanya. "Pertama, hidayatul-irsyad, yaitu petunjuk dalam bentuk ilmu dan pemahaman. Inilah yang kita dapatkan melalui belajar, membaca, mendengarkan ceramah, atau mendalami ajaran agama. Ini adalah hidayah yang mengarahkan kita untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah dalam ibadah kita."


Lalu, yang kedua adalah hidayatut-taufiq, yaitu dorongan hati dan kemampuan untuk mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. "Tanpa taufiq dari Allah, meskipun kita tahu apa yang harus dilakukan, kita akan kesulitan untuk mengamalkannya dengan baik. Taufiq ini, saudara-saudaraku, hanya bisa datang dari Allah, dan kita harus memohon kepada-Nya agar diberikan kemampuan ini."


Sebagai penguatan, khatib mengutip hadits Nabi Muhammad SAW:


 مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ


“ Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan kefaqihan (pemahaman) agama baginya.


Jelas sang Khaitb, dalam konteks Ramadhan, hadits ini bisa dimaknai: siapa yang Allah inginkan dia banyak mendapatkan kebaikan-kebaikan Ramadhan, maka dia akan difahamkan oleh Allah terhadap apa yang terkait dengan Ramadhan. 


Memahami Ramadhan, artinya tidak hanya sekedar mengetahui (what) apa hakikat dan tujuan Ramadhan, dan apa yang terkait dengannya, tapi memahami Ramadhan artinya adalah juga mengetahui (how) bagaimana mewujudkan tujuan Ramadhan, dan apa-apa yang terkait dengannya tersebut."


Khatib kemudian mengakhiri khutbah (pertama)nya dengan sebuah renungan, "Jangan sampai kita menjadi orang yang sekadar tahu banyak tentang Ramadhan, tapi tidak mendapatkan apa-apa darinya karena tidak memahami bagaimana-bagaimananya."


(Bersambung...)

(Resume Khutbah-1) Perhatikan How-nya, Jangan Hanya What-nya (Resume Khutbah-1) Perhatikan How-nya, Jangan Hanya What-nya Reviewed by Cak Dul on 18:07 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Syukran telah berkunjung. Silahkan beri komentar membangun.

ads
Diberdayakan oleh Blogger.