Energi Dari Sebuah Batu


Beberapa hari lalu (Selasa, 21/1/2025), saya mendapat kesempatan untuk menghadiri acara peletakan batu pertama sebuah masjid di kampung Minanga Timur. Masjid ini akan menjadi simbol kebersamaan yang unik, karena dibangun melalui bantuan seorang dermawan yang terhubung dengan jaringan Wahdah Islamiyah (WI).

.

Acara itu sederhana, tapi penuh makna. Salah satu momen yang paling menarik perhatian saya adalah saat seorang pengurus WI Tator, Ustadz Sudirman Tandeng, menyampaikan sambutannya. Dengan penuh percaya diri, ia menyebut bahwa ini adalah masjid kelima yang mereka bangun di kabupaten Tana Toraja melalui jaringan yang mereka miliki. Namun, yang membuat saya tertegun bukan jumlahnya, melainkan siapa yang akan menggunakan masjid ini nantinya: mayoritas jamaahnya adalah warga binaan Muhammadiyah, sebuah ormas Islam besar lainnya.

.

Dalam sambutannya, sang ustadz asli Toraja tersebut menyampaikan satu kalimat yang masih terngiang di kepala saya hingga kini: “Kami hadir untuk masyarakat di ruang-ruang yang belum dimasuki ormas lain, atau belum maksimal dimasuki. Tujuan kami adalah bersinergi dan berkolaborasi untuk khidmat kepada umat.”

.

Ada sesuatu yang begitu besar dalam pernyataan itu. Ketika banyak orang melihat perbedaan ormas sebagai alasan untuk bersaing, mereka justru memilih untuk bersinergi. Ketika orang lain sibuk mencari celah untuk mengkritik atau bahkan meniadakan peran ormas lain, mereka datang dengan tangan terbuka untuk bekerja sama.

.

Yang membuat pengalaman ini begitu menginspirasi adalah keberanian kedua belah pihak untuk membuka hati dan meruntuhkan sekat-sekat organisasi. Wahdah Islamiyah tak ragu untuk membangun masjid bagi warga Muhammadiyah, meskipun (mungkin) mereka berbeda dalam tradisi, pandangan, atau metode dakwah. Di sisi lain, Muhammadiyah juga menunjukkan sikap besar hati dengan menerima bantuan itu tanpa merasa gengsi atau terancam.

.

Fakta lain yang tidak kalah menarik adalah bahwa ketua pembangunan masjid ini ternyata seorang tokoh kampung yang merupakan seorang non-Muslim. Kehadirannya sebagai pemimpin proyek ini menunjukkan bahwa kolaborasi tidak hanya terjadi antar-ormas Islam, tetapi juga lintas agama. Hal ini memberikan pesan kuat bahwa kebaikan dan kerja sama dapat melampaui sekat-sekat keyakinan, mengajarkan kita bahwa apa yang menyatukan kita lebih besar daripada apa yang membedakan.

.

Dari sini, saya belajar bahwa kebesaran hati bukanlah tanda kelemahan. Sebaliknya, ia adalah bentuk kekuatan yang luar biasa. Tidak semua ormas mampu melakukan ini. Sering kali, kita justru sibuk memperdebatkan siapa yang lebih unggul, siapa yang lebih besar jasanya, atau siapa yang lebih "benar." Padahal, kebaikan untuk umat tidak pernah mengenal merek atau label organisasi.

.

Apa yang dilakukan Wahdah Islamiyah dan Muhammadiyah di Toraja ini memberikan pelajaran besar: carilah titik-titik yang memungkinkan sinergi, alih-alih celah-celah perbedaan yang membuat kita bertikai. Jika setiap ormas Islam mengambil langkah seperti ini, betapa banyak ruang-ruang kosong yang dapat diisi dengan kebaikan. Betapa banyak umat yang akan merasakan manfaatnya, tanpa perlu memandang siapa yang membantu dan siapa yang dibantu.

.

Kolaborasi ini juga mengingatkan kita bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan persaudaraan dan kerja sama, bukan perpecahan. Ketika umat bersatu untuk tujuan bersama, bukan hanya maslahat yang tercipta, tetapi juga sebuah pesan kuat kepada dunia: kita mampu berjalan bersama meskipun berbeda jalan.

.

Apa yang saya dapati pada acara itu, membenarkan sebuah argumen bahwa perbedaan itu akan melebur dengan sendirinya ketika kerja-kerja nyata yang menjadi fokus kita. Itulah yang saya lihat dalam proyek pembangunan masjid ini. Perbedaan pandangan antara Wahdah Islamiyah dan Muhammadiyah bukan menjadi penghalang, melainkan jembatan untuk saling mendukung.

.

Tulisan ini bukan hanya tentang batu pertama tersebut. Tapi ini tentang bagaimana energi dari sebuah batu yang mensinergikan. Ini tentang kita sebagai umat Islam agar bisa belajar untuk saling memperkuat, bukannya memperlemah. Jika Wahdah Islamiyah dan Muhammadiyah bisa melakukannya, mengapa kita tidak?

.

Pada akhirnya, mari kita tinggalkan kebiasaan mencari celah-celah untuk saling menyalahkan. Sebaliknya, mari kita cari titik-titik yang memungkinkan kita bersinergi, berkolaborasi, dan bekerja bersama untuk khidmat kepada umat. Sebab, di situlah kekuatan Islam yang sesungguhnya: ketika kita bergerak bersama untuk menciptakan kebaikan.

Energi Dari Sebuah Batu Energi Dari Sebuah Batu Reviewed by Cak Dul on 15:05 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Syukran telah berkunjung. Silahkan beri komentar membangun.

ads
Diberdayakan oleh Blogger.